Hilangnya Pasal-Pasal TPG
Semakin Melengkapi Tangis Pilu Guru (Honorer)
Oleh
Masduki Duryat
Pendidikan yang kita impikan untuk bisa kompetitif dan komparatif, tidak bisa dipisahkan dengan peran guru. Di era disrupsi dan revolusi industri 4.0 pun perannya tidak akan tergantikan, karena pendidikan tidak melulu transfer of knowledge--tetapi ada yang lebih utama yakni mengawal moral anak--jasanya tidak ternilai dalam mencerdaskan anak bangsa.
Di antara mereka yang berjasa itu adalah guru honorer, yang belum 'memiliki tempat' di negeri ini karena belum ada keberpihakan pemerintah kepada mereka.
Demo sering dilakukan walau itu sejatinya tindakan yang memalukan karena termasuk 'aurat', tetapi menunggu 'tangan-tangan kasih' pemerintah juga tidak kunjung datang. Beberapa kali demo tetap hasilnya 'membentur tembok' kekuasaan yang tak berempati. walau sejatinya tuntutan mereka sederhana, hanya ingin dimanusiawikan--beberapa di antara mereka adalah Sarjana S1, bahkan S2--dengan honor yang jauh dari kata layak berbanding terbalik dengan buruh--lulusan SLTA--dengan gaji standar UMR/UMK.
Persoalan belum selesai, sekarang muncul di pemberitaan tentang hilangnya pasal-pasal TPG (Tunjangan Profesi Guru) pada draft Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Guru---termasuk dosen---merasakan kegelisahan yang sama, melihat perkembangan draft Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Indonesia yang tengah masuk di prolegnas prioritas.
PB PGRI pun bereaksi, press release yang dilakukan oleh Organisasi PGRI pada Minggu siang menolak dihilangkannya pasal-pasal terkait dengan Tunjangan Profesi Guru dan Dosen dari draft Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Bahkan pemerintah dianggapnya abai dalam memuliakan profesi guru di Indonesia dengan munculnya isu hilangnya pasal-pasal TPG pada draft Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional.