[caption caption="Foto: kandidat Walikota independent (dok.joint2016)"][/caption]Sebagaimana yang beberapa tahun terakhir kita lihat, dengar dan rasakan, Kota Jogja saat ini mengalami penurunan kualitas pembangunan dan pelayanan publiknya. Banyak sekali keadaan yang sangat memprihatinkan. Tetapi, tentu saja prihatin saja tidak cukup.
Munculnya ratusan ijin baru hotel yang menimbulkan kemacetan serta persaingan yang tidak sehat dan ijin pasar modern berjejaring yang sangat merugikan ekonomi masyarakat kebanyakan, menunjukkan contoh kecil tapi nyata, bahwa Kota Jogja dikelola oleh sistem pemerintahan dan birokrasi tanpa landasan visi misi serta implementasi program yang jelas dan tanpa keberpihakan pada masyarakat banyak.
Yang membuat banyak orang semakin miris, pemangku kebijakan kota saat ini lebih banyak melayani partai pengusung dan pendukung saat Pilkada terdahulu sebagai pemenuhan “deal kontrak politik” daripada melayani masyarakat banyak. Bahasa lain, Walikota yang diusung partai kehilangan otonomi, kehilangan upaya untuk melayani warga dan terjebak pada situasi politics as bussiness as usual~kepemimpinan yang dikendalikan ruh jahat ketimbang ruh kebaikan.
Melihat kondisi tersebut diatas yang sudah menjadi kegelisahan sangat Besar warga masyarakat telah menginisiasi muncullah sebuah gerakan rakyat JOINT (Jogja Independent) dalam hadapi suksesi Walikota Jogja tahun 2017.
Gerakan ini yang saya tahu berisikan banyak elemen masyarakat, sebagai suatu jalan lain Mencari pimpinan berlandaskan Moral, Edukasi dan Politik yang Bermartabat untuk mengembalikan Kepemimpinan Kota Jogja sebagai representasi kepentingan Masyarakat Jogja.
Salah satu langkah konkrit dari gerakan ini adalah dengan mengusung Calon Walikota dan Wakil Walikota melalui Jalur Independent yang mana bakal calon diseleksi langsung oleh masyarakat melalui Tim Konvensi yang berisi orang-orang terpilih secara kompeten, representatif, berintegritas dan bertanggung jawab.Salah satu Anggota merangkap ketua Tim konvensi adalah Busyro Muqoddas (mantan ketua KPK).
Sebagai wujud rasa tanggung jawab, handarbeni dan kepedulian kita terhadap Kota Jogja tercinta, mari satukan langkah untuk berjuang bersama JOINT mewujudkan Kota Jogja untuk kembali baik, dengan kecerdasan, kemandirian dan kebersamaan seluruh elemen perubahan di Kota yang pernah dijuluki sebagai kota republik. Kota perjuangan untuk menjadi ibukota di Saat krisis politik.
Salah satu gagasan menjadikan kota Yogyakarta sebagai kota berperadaban Unggul adalah dengan membangun kota yang berkebudayaan
Menurut Saya, tidak boleh pembangunan itu mengancam masyarakat yang selama ini menghidupi kota. Hadirnya perpustakaan 24 jam itu jauh lebih urgen ketimbang kehadiran toko modern, hotel, yang dapat beroperasi 24 jam non stop. Ini kota pelajar, kota pendidikan bukan kota swalayan.
Begitu juga keberadaan pasar tradisional, Warung tetangga yang teLah menjadi bagian dari kebudayaan, peradaban manusia jawa atu Yogyakarta. Ini adaLah konstribusi yang Tak bisa disepelekan akan kehidupan ekonomi yang berkelanjutan. Jangan ada Pemkot yang menuhankan toko modern sebagai alat ungkit atau katrol pertumbuhan ekonomi.
Kebudayaan sebagai pangkal Tolak pembangunan. Ada keberpihakan yang nyata pada manusia sehingga tidak terlalu banal untuk membangun hotel, mall, apartemen, swalayan modern yang justru malah memingirkan rakyat.