Lihat ke Halaman Asli

Islamic State

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kitab suci alQuran itu adalah kalam Tuhan. Nilai kebenarannya bersifat universal dan abadi. Tuhan bersama orang beriman menjaga orisinalitasnya. Sejarah dan ilmu pengetahuan juga telah mencatat kemu'jizatannya. Tidak ada keraguan sedikitpun terhadap kitab suci langit yang terakhir ini, baik isi maupun redaksi.

Sebelum diturunkan ke bumi, alQuran terpelihara di sisi Tuhan, dan terjaga di Lauh alMahfuz (lempengan yang terjaga). Menurut para ahli alQuran, ketika masih di Lauh alMahfuz, firman Tuhan tidak memiliki bentuk, "La Shautan wa La Harfan," (tidak suara, tidak juga tulisan). Sampai batas tertentu, Tuhan melarang untuk memikirkan keberadaan alQuran, yang sebelum difirmankan.

Hanya ruh dan jiwa suci yang mampu menjangkau hakikat kalam Tuhan yang suci, yang universal dan abadi di sisi keagungan dan kebesaran Tuhan. "La Yamassuhu illa alMuthahharun," kata Tuhan dalam alQuran. Tidak dapat menyentuhnya, kecuali (ruh dan jiwa) yang disucikan.

Ruh yang suci itu adalah para Malaikat yang memiliki ketaatan mutlak kepada Tuhan. Karena, tidak ada sedikitpun kemungkinan bagi malaikat untuk selain taat. Adapun jiwa yang suci adalah jiwa Nabi Muhammad saw., yang penuh ketaatan kepada Tuhan, walaupun tidak mutlak.

Malaikat memiliki ketaatan mutlak, karena diciptakan hanya untuk taat. Malaikat tidak memiliki potensi untuk memilih selain taat. Sedangkan Nabi Muhammad saw. adalah manusia, yang dalam penciptaannya dibekali potensi untuk memilih, termasuk pilihan untuk selain taat. Maka, keberhasilan Nabi mensucikan jiwanya, sehingga memiliki ketaatan seperti malaikat, adalah upaya nabi yang bersifat pilihan.

Tuhan menjaga jiwa Nabi di dalam menjalani proses pensuciannya. Adapun Nabi menjalani setiap tahap pensucian dengan penuh kesungguhan. Kenikmatan duniawi beliau tinggalkan. Dunia pertapaan atau tahannust menjadi pilihan yang bersifat prosedural. Dengan cara bertapa itu pula puncak kesucian didapatkan.

Dalam pertapaan, yang menginginkan dan yang menghendaki bertemu dan menyatu. Upaya sungguh-sungguh dari Nabi, diterima oleh Tuhan dangan cara memilihnya menjadi agen bagi kalamNya. Ketika itulah, Nabi menerima pesan Tuhan yang abadi dan universal, untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia yang sementara dan lokal.

Proses transmisi alQuran, dari Tuhan kepada Nabi melalui perantara seorang Malaikat, yakni Jibril. Keberadaan Jibril sebagai media dalam transmisi memang diperlukan. Karena, Tuhan tidak mungkin berkomunikasi langsung kepada Nabi Muhammad saw. Karena Nabi adalah manusia. Lihat: Holy Quran 42:51, yang artinya:

"Dan tidak mungkin bagi seorang manusia, Allah berkata-kata. Kecuali dengan perantaraan wahyu, atau dibelakang tabir, atau dengan mengutus seorang utusan. Lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana."

Utusan yang dimaksud dalam firman di atas adalah malaikat Jibril, yang suci. Jibril menyampaikan pesan Tuhan kepada Nabi melalui proses pewahyuan. Pewahyuan pertama kali terjadi ketika Nabi dalam kondisi jiwa yang sempurna kesuciannya. Yaitu ketika beliau sedang bermeditasi di gua Hira.

Dikabarkan, peristiwa pewahyuan itu sangat misterius dan menakutkan. Muhammad saw. didatangi malaikat Jibril dalam bentuk yang asli. Nabi tidak mampu memandang yang lain, selain Jibril. Ketika itu, Jibril menyampaikan pesan Tuhan yang berbentuk kata-kata. Yaitu perintah membaca, iqra’. Nabi Muhammad saw. yang tidak bisa membaca secara jujur mengatakan: saya tidak bisa membaca, ma ana bi qari. Seketika itu pula, Muhammad saw. ketakutan, sampai menggigil kedinginan. Dan langsung pulang ke rumah minta diselimuti isterinya, Khadijah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline