Lihat ke Halaman Asli

Muridku

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

The Muridku

Iwan, muridku di SD, yang pada tahun 2006, masih kelas 3, walaupun umurnya sudah 12 tahun. Dia paling pintar bermain sepak bola, bila dibandingkan dengan teman sebayanya di sekolah. Bahkan menurut teman-temannya, Ia juga juara di kampung. Tidak heran kalau semua teman ingin bermain satu tim dengannya. Karena bisa dipastikan menang. Setidaknya berpeluang besar untuk menang.

Tetapi Iwan tidak pernah bersepatu ketika bermain. Hanya dengan kaki telanjang, dia berlari dan menendang, bola.

Menang. itulah sebenarnya yang membuat teman-temannya suka. Iwan hanyalah alat yang dimanfaatkan oleh teman-temannya untuk meraih kemenangan dalam bermain.

banyak orang juga begitu, sama. Kebersamaan atau pertemanan lebih didasari atau dimotivasi oleh keinginan diri sendiri, bukan yang lain. Orang lain menjadi teman yang baik dan penting, karena memberi keuntungan.

Apabila harapan yang diinginkan tidak terpenuhi, kebersamaan dan pertemanan tidak lagi baik dan penting. Selalunya menjadi tidak perlu lagi. Saya juga begitu. Sama.

Iwan. Saya masih mengingat namanya, karena memilki kenangan yang masih berkesan sampai hari ini. Mungkin juga untuk nanti dan selamanya. Setidaknya, itulah harapan saya. Dia manusia sederhana yang pernah hadir dalam perjalanan hidupku, sebagai murid.

Kesan pertama, sebelum mengenal diri dan pribadinya, saya terkesan dengan namanya. Ya. Nama. Bukan yang lainnya. Berbeda dengan orang lain, yang pertama mengesankan terkadang mata, ada juga kaki atau bibir.

Yang Pasti, berbeda orang akan mendapat kesan pertama yang berbeda, walaupun tidak tertutup kemungkinan sama. Begitupun, berbeda orang akan memberi kesan pertama berbeda, walaupun bisa juga sama.

Kesan dirasakan, selalunya bagi penerima, bukan pemberi. Bisa jadi pemberi tidak merasa.  Ketika orang mengatakan kesan pertama akan abadi. Tepatnya, penerima kesan tidak ingin melupakan. Saya setuju. Setidaknya itu berlaku untuk saya, saat ini, dengan nama Iwan.

Keberkesanan nama, bukan karena Iwan muridku, atau Iwan sahabatku, yang sekarang bekerja di Kemenag Bengkalis. Bukan. Dengan Iwan sahabatku, aku sudah mengenal terlebih dahulu kepribadiannya, sebelum namanya. Karena nama panggilannya bukan Iwan, melainkan Ujang. Walaupun kesan itu tetap ada, tetapi berbeda dengan kesan pertama terhadap nama Iwan yang muridku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline