Lihat ke Halaman Asli

semutmerah

Bukan untuk dikritisi, tapi untuk direfleksikan

Leila Chudori dan Interpretasinya yang Tidak Adil

Diperbarui: 5 Maret 2021   18:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Suhu ibukota pagi ini begitu dingin. Saya putuskan mandi secepatnya agar lebih hangat secepatnya dan bergegas mengambil kretek berbungkus coklat untuk turut menghangatkan badan. 

Saya buka laptop, saya cari berita tentang pendidikan, saya temukan tulisan menarik pada suatu kolom yang ditulis oleh "penulis & wartawan" (ngakunya seperti itu). 

Tulisan tersebut adalah respon dan tanggapannya untuk novel Damar Kambang, dan yang menarik saya yaitu judul besar kolom tersebut; "Perkawinan Dini dan Klenik dalam Novel Damar Kambang".

Saya penasaran. Saya baca. Saya pahami. Saya ikuti alur narasinya. Saya telusur kalimat-perkalimat yang ia tuliskan, dan tiba-tiba timbul tanya melintas dalam benak saya, "Benarkan yang dikatakan oleh Leila ini? Atau hanya dibuat-buat agar seakan-akan benar agar pembaca membenarkan tulisannya? Atau ia sebenarnya belum tentu benar? Ada kepentingan apa ia dalam tulisan tersebut? 

Benarkah ia seorang 'wartawan'? atau ia hanya ingin disegani dengan cara menyematkan 'wartawan' pada dirinya? Bukankah seorang wartawan harus mengkonfirmasi temuan-temuannya sebelum menginformasikan temuannya? Atau tulisan tersebut hanya interpretasinya saja yang dibuat sedemikian rupa agar pembaca menganggap itu suatu fakta?"

Mari kita ngaji bersama tentang "Bener karo Pener", membedakan yang bener-bener benar dan mana yang kelihataannya saja benar.

Novel Belum Tentu Benar Mutlak

Sejauh saya menelusur karya tulis baik novel fiksi-non fiksi, lalu jurnal, esai, artikel, dan karya sastra lainnya, saya menemukan banyak temuan. Novel Fiksi, misalnya, kejadian yang dikisahkan dalam suatu novel fiksi tidak selalu benar-benar fakta, karena terkadang ia adalah imajinasi seseorang atas suatu kisah yang ia bangun lalu ia selipkan harapan dan keinginannya yang tidak pernah ia capai, makanya ia membangun narasi yang kaya akan alur cerita dengan pendekatan fiksi. 

Begitupun Novel Non-fiksi, tidak juga selalu benar mutlak, karena sering saya temu novel-novel tersebut diselipkan persepsi pribadi penulis, opini dan imajinasi alur cerita tambahan dari penulis, sehingga tidak benar-benar terjadi pada fakta lapangan. 

Dalam seni rupa contohnya seperti membuat patung atau lukisan realis yang ditambahkan unsur surealis oleh si pematung atau si pelukis. Saat sesuatu sudah ditambahkan atau tidak murni, maka ia sudah berbunyi makna yang beda lagi.

 Hal inilah yang sering membuat kritikus keliru dalam membaca suatu karya. Kritikus tidak akan keliru dalam mengartikan suatu karya, jika ia sudah mengkonfirmasi temuannya pada suatu karya kepada sang pembuat karya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline