Lihat ke Halaman Asli

semutmerah

Bukan untuk dikritisi, tapi untuk direfleksikan

Peran HAM dan Pendidikannya

Diperbarui: 16 Juli 2017   22:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hak Asasi Manusia dimiliki oleh seseorang sejak ia lahir hingga tumbuh dewasa bahkan sampai akhir hayatnya. Diperkuat dengan adanya peraturan-peraturan dasar dan tatanan hukum dalam suatu wilayah atau Negara, mengenai apa-apa saja yang menjadi hak warganya.

Namun seiring berjalannya waktu, fakta dilapangan berbeda dengan apa saja yang ditanamkan undang-undang mengenai hak asasi manusia. Dibeberapa kasus ditemui pelanggaran HAM yang dilakukan oleh penegak hukum, aparatur Negara, bahkan pejabat Negara/daerah. Sehingga keadilan sosial dan kesetaraan hukum dimata Negara, masih carut marut dan berkesenjangan.

Dalam hal pendidikan, contohnya. Masih ada yang belum menerima akses untuk mengembangkan diri dan pemikiran, akses untuk mengenyam pendidikan, untuk memperoleh informasi yang disajikan dalam persekolahan maupun perkuliahan. Dengan dasar keuangan, calon siswa dipersulit dengan segala macam syarat-syarat yang belum tentu sama sekali berhubungan dengan pendidikan. Belum lagi pengkategorian yang diciptakan untuk menentukan mana calon siswa yang berhak memperoleh pendidikan, mana yang tidak. Dan pengkategorian itu didasari oleh keadaan siswa, entah ia miskin ataupun berkeuangan. Suatu hal diskriminasi dalam konteks keadilan sosial dan keberhakan dalam memperoleh pendidikan.

Dalam hal kesehatan, masih ada unsure permainan antara pihak rumah sakit dengan pemerintah baik pusat maupun daerah. Dimana akses untuk memperoleh obat maupun perawatan, dipersulit dengan berbagai persyaratan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kesehatan pasien. Pembagian-pembagian kelas dan layanan menjadi gambaran ketidaksetaraan terhadap pasien. Tidak sedikit ditemui kasus bahwa masyarakat kesusahan untuk mendapatkan obat yang sesuai dengan penyakitnya, hingga akhirnya ia mendapatkan pengobatan yang sama sekali bukan untuk penyakit, lalu meninggal dengan ditetapkan pasien salah mengkonsumsi obat. 

Belum lagi perawatan-perawatan yang sembarang dilakukan pihak rumah sakit, hanya karena tagihan pasien tertunggak atau pasien telat membayar, atau pasien sama sekali tidak mempunyai uang untuk membayar disaat bersamaan dia checkup tentang penyakitnya. Dipersulitnya masyarakat dalam hal kesehatan membuat peran HAM yang sudah diatur Negara/pemerintah carut marut dan tidak mengglobal.

Lalu dalam hal hidup dan memperoleh hak untuk menjadi lebih baik. Tidak sedikit ditemui kasus hukuman mati terhadap mereka yang terdakwa bersalah maupun didakwa bersalah. Salah satunya seperti kasus penembakan pelaku perampokan. Dalam tatanan hukum ia sudah tercatat melanggar undang-undang mengenai perampokan dan sudah terdakwa, namun berbeda dengan kenyataan dilapangan. Banyak aparatur Negara langsung menembak mati pelaku perampokan ditempat, mungkin agar kasusnya selesai ditempat seiring pelaku menjadi mayat. Atau mungkin konsep asal menembak tanpa prosedur sering ditradisikan dalam aturan-aturan mereka. 

Padahal, jika dirunut dari segi hukum dan kronolis, penembakan mati terhadap pelaku ditempat adalah sebuah pelanggaran, bahkan sebuah pembunuhan yang dilakukan aparatur Negara. Karena penembakan itu diluar dari prosedur dan diluar dari pernyataan siding, dan aparatur wajib dihukum atas penyalahgunaan jabatan dan senjata atas dasar undang-undang pembunuhan.

Padahal pelaku perampokan atau pelaku lainnya bisa merubah hidupnya menjadi baik dan lebih baik ketika dalam penjara ataupun karantina, dan itu sudah menjadi bagian dari hak mereka : hak untuk menjadi baik dan menjadi lebih baik. Lucunya, kasus-kasus asal tembak seperti ini, banyak ditutupi oleh dalih-dalih dimana pelaku ingin menyerang polisi sedangkan fakta dilapangan belum tentu pelaku melakukan penyerangan terhadap polisi. Jadi berdasarkan kronologis, pelaku penembakan atau pembunuhan adalah aparatur Negara itu sendiri. Jadi istilahnya adalah : Hak yang mematikan Hak orang lain.

Dari contoh-contoh kecil diatas dapat kita bayangkan siapa pelaku pelanggaran HAM serta bagaimana alur-alur pelanggaran itu terjadi, dan itu ada disekitar kita saat ini bahkan masih terus berjalan tanpa diketahui masyarakat luas. Tidak diketahuinya oleh masyarakat luas, karena keterbukaan informasi dan pemahaman-pemahaman seperti diatas jarang dipaparkan oleh mereka-mereka yang tahu seluk beluk kejahatan pelanggaran HAM.

Pemberdayaan Mengenai Hak Asasi Manusia.

Dipendidikan sekolah dasar sampai menengah keatas, pemahaman pemikiran dan kajian-kajian seputar hak asasi manusia sama sekali tidak terjadi. Kalaupun terjadi, itu hanya membahas apa itu HAM dan beberapa poin dasar yang belum tentu mendalam dan menyeluruh. Akan didapati masyarakat jika mereka mengenyam pendidikan di perkuliahan. Sedangkan pelanggaran-pelanggaran HAM terus berlalu lalang seiring waktu, dan mengincar siapa saja dimana saja dan kapan saja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline