Lihat ke Halaman Asli

Desa Kami Masih Perawan

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Desa Aengsareh merupakan salah satu desa dari banyak desa di kabupaten sampang, desa yang terpencil terletak di bagian selatan Kabupaten Sampang. Desa yang tidak cukup terkenal namun mempunyai banyak kekayaan Alam dan pemandangan yang indah itulah desa saya.
Desa yang mempunyai sekitar lima ribu penduduk itu memiliki penduduk dengan bebagai macam profesi dari petani, nelayan, pedagang, PNS hingga tentara dan polisi, meskipun ada juga yang jadi TKI diluar Negeri sana. tapi dari beberapa profesi tersebut yang mendominasi saat ini petani dan nelayan. Karena jika kita lihat dari letak geografisnya, desa kami diapit oleh pantai dan ladang pertanan, kita lihat dibagian utara desa kami terbentang luas lahan-lahan pertanian, Dibagian selatan desa kami terhampar luas lahan-lahan petani Garam, laut dan pantai.
Pantai dan ladang pertanian merupakan bagian yang terbesar dari desa kami. di bagian selatan kekayaan dari desa kami yaitu ladang garam dan pantai. Dikala musim kemarau tiba, merupakan musim yang dinanti-nanti oleh penduduk desa kami dibagian selatan, musim kemarau adalah "musim garam" itulah istilah dari penduduk didesa kami. Para petani garam mulai menggarap lahannya untuk mulai memproduksi garam. Dengan peralatan yang masih tradisional, menggambarkan bahwasanya desa kami masih belum tersentuh oleh tangan-tangan asing, setiap hari petani garam senang dengan pekerjaannya.
Bagi mereka yang tidak punya lahan garam bukan berarti Diam berpangku tangan, masyarakat didesa kami tidak kehabisan ide untuk bertahan hidup, bagi yang tidak mempunyai ladang garam mereka memilih berlayar untuk menangkap ikan, para nelayan berangkat dari jam 01:00 pagi hiingga jam 09:00 pagi, istilah dari desa kami yaitu "Majeng", ada pula yang berangkat jam 06:00 pagi hingga jam 10:00 siang, istilah dari desa kami yaitu "ajering", dan banyak istilah-istilah dari desa kami karena beda jam keberangkatan beda istilah. Kemudian hasil tangkapannya bisa dijual pada para tetangga hingga kepedagang ikan yang letaknya di bagian timur desa kami.
Lain dengan masyarakat bagian utara desa kami yang mayoritas petani, bagian utara desa kami membentang luas beribu-rubu hektar ladang pertanian. Jika dipagi hari kita berjalan ke arah utara, suhu udara mulai dingin, embun-embun masih segar belum turun dari pepohonan dan kicauan-kicauan burung yang merdu nan indah. Petani mulai mengambil topi jerami dan cankulnya untuk mulai menggarap ladangnya, Banyak ladang-ladang yang masih produktif untuk ditanami berbagai buah-buahan hingga tembakau dan jagung.
Selain kekayaan berbentuk materiel, desa kami kaya akan non materiel (budaya), penduduk desa kami semuanya menganut agama Islam (sunni) wabil Khusus NU. Kebudayaan kami masih sangat kental, dari pelaksanaan tradisi keislaman hingga hubungan sesama (gotong royong). semangat gotong royong didesa kami masih sangat melekat hingga saat ini, jangan heran ketika melihat suatu kagiatan meski Tanpa mengundang, para tetangga menghampiri untuk turut membntu meski tanpa diiming-imingi imbalan, Ini manandakan bahwa semangat gotong royong didesa kami masih sangat kental.
Itulah sekilas gambaran dari desa kami yang masih perawan dari gangguan-gangguan globalisasi dan moderenisasi. Jika ada istilah "tanah kita tanah surga" mungkin itu cocok untuk istilah desa kami. Sampai Jumpa ditulisan selanjutnya. @Ben. :-) ;-)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline