Entah mengapa kelihatan sulit sekali negara ini maju sejak Reformasi 1998. Padahal cita-cita mulia menjadi awal reformasi 1998. Edialisme mahasiswa dan kejengahan (sebagian) rakyat ditambah manuver politik dengan kepemimpinan ORBA, menghasilkan sebuah era baru yang kita sebut dengan Reformasi. Namun bagaikan keluar dari kandang ular masuk ke kandang macan, kedaan bangsa ini tak lebih baik.
Dimulai dari korupsi, jaman ORBA hanya petinggi-petinggi yang melakukan korupsi dengan etika korupsi yang malu-malu kucing. Namun sekarang korupsi merakyat dengan tidak beretika alias blak-blakan. Ini hasil reformasi yang (mungkin) sukses. Para pejabat dari kelas teri sampai kelas kakap berlomba-lomba memperkaya diri. Dulu mereka adalah mahasiswa-mahasiswa dengan idealitas tingginya menggulingkan ORBA sekarang hilang edialismenya digantikan realitas perut mereka.
Media massa-nya, yang dulu dikuasi pemerintah untuk kepentingan mempersatukan bangsa dengan mengatur jalannya pemberitaan. Kalo perlu dibredel supaya tidak menyebarkan "aib" pemerintah yang bisa membuat kestabilan negara terganggu. Namun sekarang media massa-nya memiliki KEBEBASAN PERS dan gilanya dikuasai oleh pengusaha atau politikus guna menghancurkan lawan bisnis atau lawan politiknya dan mengubur kebobrokan pemiliknya serta mengakat semua kebaikannya. Mereka berlindung dibalik UU Kebebasn PERS namun mereka membuang Kode Etik Jurnalistik yang di dalamnya terdapat unsur BERIMBANG. Saat mereka berbicara seolah-olah mereka mempunyai idealisme-idealisme kebangsaan yang menggelora namun mereka tak lebih sebagai MC yang dibayar berdasarkan pesanan. Ini juga (mungkin) hasil kesuksesan Reformasi di bidang Jurnalistik.
Belum puas?
LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) banyak yang katanya membela masyarakat namun ternyata punya banyak kepentingan. Sebut saja LSM yang bergerak dalam bidang HAM, selalu saja berkoar-koar menuntut penyelidikan kasus pelanggaran HAM yang dialami para masyarakat (yang sedang memberontak dari NKRI). Aparat-aparat TNI/Polri seperti penjahat perang padahal sedang membela bangsa ini. Dan begitu hebohnya dan ramai ketika salah satu anggota LSM itu diduga dibunuh dengan konspirasi dan meneriakkan "MENOLAK LUPA". Namun ketika ada 8 orang TNI meninggal ditembak pemberontak, LSM ini diam bagaikan tersumpal mulutnya dan tiba-tiba amnesia bahwa HAM itu adalah hak setiap orang baik aparat maupun orang biasa. Berbeda jika ada 1 orang pemberontak mati ditembak TNI, LSM-LSM ini langsung berkoar-koar bagaikan dapat suntikan energi yang bisa membawa isu HAM ini dibahas di Internasional. Banyak orang yang menduga LSM-LSM ini menjual bangsanya kepada asing alias dibayar dari asing untuk membuat isu-isu HAM yang bisa diangkat ke Internasional.
Mau maju bagaimana bangsa ini? Pejabatnya berlomba-lomba memperkaya diri, media massanya punya kepentingan-kepentingan sendiri, LSMnya punya pesanan dari asing. Apa mungkin ini lah kesuksesan Reformasi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H