Lihat ke Halaman Asli

Filosofis Memilih Politikus atau Negarawan

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Indonesia itu ruwet, kusut, tumpang tindih dari segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, itulah yang dirasakan rakyat. Tetapi apa yang menjadikan penyebabnya…Entah !!.  Ya karena entah itu tadi maka kita seolah diarahkan untuk melihat carut marutnya negeri ini seperti melihat konser terbuka, sehingga krisis demi krisis sudah dianggap bukan probelama lagi, dan dirasakan sebagai fakta, yakni fakta dari eksistensi manusia dan kesanggupan manusia untuk mengembangkan akal budinya secara utuh.

Negara berkembang yang terus memproses modernisasinya dalam terpaan angin globalisasi sekarang ini, membikin individu individu masyarakatnya terbelenggu pandangan materialistic, sehingga eksistensi manusia sudah terkikis akan moralitasnya. Walaupun Negara masih terbingkai UUD, UU,Peraturan peraturan, hukum dan system Negara, tetapi semua itu bukan dijunjung tinggi untuk keadilan, kesejahteraan rakyatnya, malahan di cari celah celahnya untuk berperilaku tidak adil, mementingkan diri sendiri oleh (sebagian)  penyelenggara Negara. Saking asyiknya menemukan celah, tidak jarang celah yang ditemukan itu menjadikan ia masuk lorong menuju penginapan terali besi, bui…

Kapan carut marut ini berakhir !?...Ketika masyarakat terlebih para pemimpin tidak hanya bicara kebaikan, tetapi sekaligus pelaku kebaikkan,syariat dijalani dengan kata dan sikap,ketika berseru anti korupsi, sekaligus ia tidak korupsi, bersemboyan tegakkan hukum, sekaligus ia pelaku keadilan disegala aspek kehidupan, dan ketika keteladanannya tidak untuk di puji tetapi terpuji, maka ia menjadi teladan dan diteladani, Adakah di negeri ini mempunyai pemimpin seperti kreteria kreteria tersebut diatas ?  Atau Pemimpin yang sesuai konsep managerial Madaniah. Yakni pemimpin berperilaku jujur dari jiwa ke sidikannya,  bertindak tegas dari rasa tanggung jawab amanahnya, bersosialisasi dengan kewajiban tablighnya, ketenangan menghadapi masalah dengan menggunakan fathanahnya.

Kembali lagi kepada pertanyaan, adakah pemimpin itu? Dengan mendengar pertanyaan ini, mungkin ada yang mengernyitkan dahinya, memegang kepalanya, garuk-garuk kepala padahal tidak gatal, ada yang senyum, tertawa…..segala ekspresi ada. Karena sebentar lagi akan kita lakukan, sebagai bentuk kesadaran dan kewajiban hak. Yaitu memilih Presiden, seorang pemimpin yang ditunggu, “RI-1”.

RI-1 adalah pemimpin Negara, maka ia seorang Negarawan.

Seorang Negarawan tentu ia seorang Politikus, tetapi seorang Politikus belum tentu Negarawan. Kemampuan dalam berpolitik seorang negarawan adalah mempunyai pemikiran ideal untuk kemaslahatan Bangsa dan Negara secara keseluruhan, walaupun pemikiran ideal sering tidak menyejukkan karena berbenturan dengan kepentingan kepentingan kelompok. Maka kekuatan kelompok agar bisa disatukan menjadi kekuatan untuk kemajuan rakyat nasionalis, untuk persemakmuran bersama. Apapun konskwensinya. Kalau seorang politikus pemikirannya ya hanya untuk kebaikkan dan kemajuan kelompok dan partainya, karena memang sudah terikat oleh AD-RT partai, oleh karenanya setiap partai politik mempunyai AD-RT masing masing.

Bangsa Indonesia sampai kapanpun tetap berharap untuk dipimpin oleh Pemimpin yang Negarawan, yang dilengkapi dengan jiwa dan semangat, jujur, tanggung jawab, representative, dan cerdas, dalam konsep madaninya Pemimpin harus : sidik, amanah, tabligh dan fathanah.

Ini mungkin sosok pemimpin yang didambakan rakyat Indonesia. Sosok yang, “Tegas” bagaikan Patih Gajah Mada menyatukan Nusantara, “Wibawa” bagaikan Cut Nyak Dien melawan penjajah belanda dengan Rencong-nya. Diplomatis bagaikan Sri Kresna mengayomi Pandawa(Mahabarata)…..semoga !




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline