Lihat ke Halaman Asli

Moh Khozah

Dai Bilqolam

Mengenalmu (Part 11)

Diperbarui: 29 April 2019   08:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

inet.detik.com

Pagi-pagi sekali koran kota sudah ada di depan rumah. Konsisten sekali Pengantar koran, setiap pagi sudah ada di depan rumah dan siap dibaca. Kopi hangat sudah ada di atas meja buatan Emba' Fasa yang cantik. Emba' Fasa orangnya baik sekali, apa yang aku inginkan pasti dia mau membantunya. Semua pakaian sehari-hari dia yang mencucinya. Emba' Fasa saat ini sedang skripsi di salah satu universitas Surabaya. Sejak ia kuliah tidak pernah sama sekali meminta uang kepada orang tua. 

Dia menjadi mahasiswi mandiri tanpa minta bantuan kepada kedua orang tua. Karena sudah tidak meminta kepada kedua orang tua, sehari-harinya mendapatkan uang dari hasil karya tulisnya yang melangit di beberapa toko buku. Selain mendapatkan dari hasil menulis ia juga mendapatkan dari hasil mengajar menulis di dekat kos nya.

Bapak sudah datang dari menyambit rumput di kebun, ia langsung mandi ke kamar mandi dan siap-siap untuk pergi ke rumah paman yang sedang ada acara hajatan. Aku langsung berhenti membaca koran meskipun hari ini tidak melihat halaman sastra dan budaya. Karena harus cepat-cepat berangkat ke acara rumahnya paman.

Jam 07.30 aku berangkat bersama bapak menuju rumah paman yang sedang ada acara hajatan. Di sekitar pinggir jalan ada banyak orang-orang sedang mencangkul sawah dan kebunnya. Pemuda-pemudi sedang asik ngobrol bersama keluarganya. Anak-anak kecil sibuk main layang-layang meskipun sinar matahari menyengatnya. Affan, seseorang memanggilnya saat aku melintas dari rumahnya. Sejenak aku berhenti, suara itu datang dari Tasa teman kelas SD dulu. 

Dia menjadi mahasiswi di salah satu perguruan tinggi di Semarang. Tasa merupakan salah satu teman yang akrab denganku mulai masuk SD kelas 1 sampai kelas akhir. Namun, Pendidikan selanjutnya tidak satu sekolah karena dia menjadi duta santri putri di salah satu pondok pesantren di dekat rumahnya sendiri sedangkan aku dititipkan di pondok pesantren yang jauh dari rumah dan merupakan pondok pesantren terkenal di salah satu kotaku.

Setelah saling memberi kabar baik, akupun pamit untuk melanjutkan perjalanan bersama bapak.
"Kamu temannya, Tasa?" Tanya bapakku.
"Iya, pak. Memang kenapa?"
"Tasa cantik, mau kamu kalau dijodohkan dengan dia," tanya bapak seperti orang bercanda.
"Kalau Allah menakdirkannya, mau saja bapak."
"Lebih cantik mana dengan putri pamannya itu?" Tanya bapakku.
"Siapa iya pak?"
"Entar kamu tahu, tapi di sana ada dua perempuan. Satunya putri dari paman kamu dan satunya putrinya dari saudari istri paman kamu?" Ternagnya bapak sampai menuju pada rumah paman.

Paman Juri menyambut kedatangan bapak dan aku yang baru datang begitu bibi Fatin juga menyambutnya dan tak lupa putri dari paman Juri yang termasuk sepupuku juga mendampinginya. Susana di rumah paman Juri biasa-biasa saja tidak ada undangan yang hadir dan tidak seperti biasa ada acara. Mungkin acara kali ini acara pertemuan keluarga di mana bapakku hanya mempunyai saudara satu yaitu paman Juri. Paman Juri langsung mempersilahkan duduk dan menjamui aneka ragam makanan dan buah-buahan.  
 
Pembahasan langsung dimulai ternyata acaranya hanya silaturahmi antar keluarga  dan ulang tahun di mana hari ini putri paman Juri memasuki umur ke 17 selain itu ada acara yang sangat rahasia bagiku entah apa yang dibahas oleh bapak dan paman Juri tentunya menyebut namaku dan putrinya. Aku pun curiga kalau yang dibahas itu terkait perjodohan antara aku dan putrinya paman Juri.
"Anisa, kamu ke sini nak," panggil paman Juri dan Anisa langsung keluar dari kamarnya.
"Iya Abi, ada apa?" Tanya Anisa.
"Kamu duduk di sampingku." Anisa Duduk dengan menundukkan kepala. Walaupun dia sepepu seakan orang lain karena tidak pernah kenal disebabkan tidak pernah bertemu.
"Ini kakak kamu, putra pamanmu," perkenalkan paman Juri. Anisa pun angkat kepala sambil tersenyum dengan mengangguk kepala. Aku pun membalas nya senyuman dan mengangguk kepala juga. Tiba-tiba putri cantik datang dengan tidak sengaja wajahnya tidak asing bagiku dia Zahra orang yang kukenal ternyata dia rumahnya dekat dengan saudari sepupuku sendiri. 

Tapi dia bertolak kembali ke rumahnya karena malu dengan situasi kumpul bersama. Dua jam tidak terasa duduk berkumpul dengan keluarga akhirnya bapak mengajak pulang ke rumah dan akhirnya aku pulang  tanpa bertemu dengan Zahra perempuan yang selama ini menjadi perhatianku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline