Lihat ke Halaman Asli

Tamu Laki - Laki

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sammy, laki-laki parlente itu baru saja keluar meninggalkan rumah bercat kuning gading. Kepergiannya masih menyisakan kesan tersendiri bagi Martha. Sepuluh tahun rumah ini nyaris tidak pernah dikunjungi seorang laki-laki. Dan Sammy adalah laki-laki pertama, ia berharap bukan kunjungan terakhir yang bertamu ke rumahnya.

Meskipun laki-laki itu baru pertama kali bertandang ke ruman, namun Martha telah mengenalnya hampir setahun lalu. Memang tidak mudah untuk menghadirkan sosok laki-laki di rumah ini. Perlu pertimbangan-pertimbangan khusus.

Selain statusnya sebagai janda – yang dikhawatirkan dapat menimbulkan fitnah dan bahan pergunjingan tetangga-tetangga, adalah sikap ketiga putrinya yang jelas-jelas tak menghendaki ibunya, Martha, bermain-main dengan mahluk berjenis laki-laki. Apalagi sampai kemudian berlanjut ke jenjang yang lebih serius.

Maka Martha pun berusaha keras meyakinkan putri-putrinya, diciptakanlah sandiwara, bahwa hubungan dengan Sammy hanyalah sekadar urusan bisnis semata. Tak lebih dari itu.

Terpaksa Martha menempuh cara bersandiwara bersama laki-laki itu agar hubungannya tetap langgeng. Setidaknya, laki-laki itu tidak disambut sikap apriori dan prasangka buruk ketiga putrinya apabila bertamu ke rumah.

Pada awalnya Martha ragu juga meminta laki-laki itu bersandiwara. Sebab, Martha tidak bisa menjamin dengan pasti apakah ketiga putrinya telah siap menerima laki-laki itu di rumah ini? Menghadirkan seorang calon ayah baru setelah sepuluh tahun lamanya terbiasa hidup mandiri tanpa didampingi laki-laki.

“Ini cuma sementara saja, Sam … biar kamu kenal lebih dekat dengan anak-anak, mengakrabkan diri, dan mudah-mudahan mereka menerimanya.”

“Sampai kapan kita mainkan sandiwara ini, Martha? Masalahnya kita tidak mungkin terus menerus dalam kepura-puraan. Toh, mereka sudah dewasa. Biarkan saja anak-anak berfikir, menilai, dan mengambil keputusannya sendiri.”

“Kita lihat saja nanti …”

Marha tak mau ambil resiko. Ia mencoba dulu membawa laki-laki itu ke rumahnya, memperkenalkan pada anak-anak, lalu melihat reaksi yang akan muncul kemudian.

Cukup menegangkan ketika Rosa, putri sulungnya, menyambut laki-laki itu dengan tatapan selidik. Bagaikan melihat mahluk asing, diplototi, diperhatikan, dicermati begitu teliti dari ujung sepatu hingga rambut di atas kepala. Segalanya serba dicurigai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline