Lihat ke Halaman Asli

Pengemis Itu, "Ibuku"

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tatapan memelas itu terarah padaku. Seorang Ibu-ibu dengan pakaiannya yang lusuh, duduk bersimpuh di pinggir jalan arah kos-kosan yang sering dilalui mahasiswa ini. Seperti biasa kuletakan recehan 1.000 rupiah di gelas plastik yang dia sodorkan padaku, setiap hari, setiap kali melewatinya.

.

Aku tersenyum kepadanya, kemudian berlalu. Hanya aku yang tahu, satu dua tetes air mata senantiasa mencoba lepas dari sudut mataku, sesaat setelah aku melewatinya. Semoga kesabaran diberikan kepadamu wahai Ibu pengemis. Semoga pengorbananmu merendahkan kedudukanmu untuk tujuan tinggi dan mulia, demi keluarga dan anak-anakmu, bukan sekedar berfoya-foya memegahkan rumah seperti yang sering terdengar di berita.

.

Iwan, teman kos yang sering berjalan bersama berkali-kali bertanya, "Kenapa sih lo selalu ngasih ke Ibu-ibu tadi, gw tahu padahal hidup lo pas-pasan, dah gitu orang kayak begitu modus doang fren, dia di kampungnya sana kaya, rumahnya gedong," Aku pun hanya tersenyum menanggapinya, dan menjawab singkat "Biarin Wan, kasihan."

.

#######

.

Lagi-lagi aku tidak mendapati si Ibu pengemis di tempatnya. Sudah sejak kemarin tempat ini, tempat biasa beliau duduk kosong. Tidak ada orang lain disekitarnya yang ada di situ, yang bisa kutanya. Uang receh seribuan yang sudah kusiapkan dari kosan pun tetap kugenggam. Ingin aku mencarinya, tapi tak tahu bagaimana, dimana. Semoga tidak terjadi apa-apa kepadanya.

.

Maafkan aku Ibu pengemis. Hanya seribu ini yang bisa kusisihkan setiap kalinya aku melewatimu. Aku bukan orang kaya, bahkan aku orang miskin. Tapi tetap kusisihkan setiap hari untukmu, karena aku percaya, ada tujuan mulia dibalik susah deritamu. Aku percaya, meskipun banyak pengemis yang mengejar kesenangan sama, dirimu berbeda, dirimu seperti Ibuku dikampung sana, yang pergi setelah Shubuh dan pulang setelah Isya, berkeliling di jalan-jalan, hanya demi anaknya kuliah di kota ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline