Sekadar sharing pengalaman menghadiri konferensi Black Hat Security di Washington, D.C tahun 2009 lalu bersama pakar pakar IT yang berasal dari banyak negara. Karena bapak Dubes saat itu meminta saya untuk ikut sebagai Official Staff, jujur saya tidak punya banyak waktu persiapan.
Dalam perjalanan di kabin pesawat awalnya saya masih blur dan nge-blank soal masalah masalah sekuritas dunia, maklum setiap hari tugas saya di kebudayaan Prancis - Indonesia, hanya sebagai Humas, Direktorat Program Anggaran dan merangkap Translator.
Tapi semuanya berubah saat besok paginya saya masuk dan menghadiri acara konferensi, yang katanya menurut pihak Registrasi Amerika Serikat ini gelaran acara yang terbesar ke 3 di dunia untuk bidang iptek dan sains, waoww.
Singkat cerita tema yang di bahas adalah tentang isu Peretasan sampai Pelumpuhan Citra Publik atau ada istilah yang di kenal sebagai White Hacker dan Black Hacker atau yang sering di sebut Cracker. Mereka ini sampai ada tingkatannya loh, mulai dari Lame sampai Elite.
Saya baru tahu kalau di dunia ini pada abad sekarang, banyak peretas peretas dunia yang melakukan Cyber War, Cyber Crime sampai Cyber Blacklist dan itu bukan hanya terjadi kepada instansi instansi pemerintah, perusahaan besar saja, melainkan juga terjadi sampai ke kalangan Jet Set sampai ke orang masyarakat biasa, yang di anggap sebagai target karena ada kepentingan dari pihak tertentu.
Peretas dunia, Yunus Attsaouly pernah melakukan Cyber War kepada pemerintah Amerika untuk Jihad dengan mengunduh berberapa video saat perang irak terjadi, dan menerbitkan serta mempublikasikan sebuah buku.
Peretas dunia Adrian Lamo yang di juluki Hacker abu abu, pernah meretas sistem Microsoft dan Yahoo pada tahun 2012 lalu, yang menyebabkan ia harus membayar denda sebesar USD 65,000 saat Adrian Lamo masih berusia belasan tahun dan di bawah umur. Tindakan Adrian Lamo ini sempat membuat Bill Gates dan sejumlah konglomerat asal Amerika dan Canada, kalang kabut dan pusing tujuh keliling. Bagaimana tidak, karena Adrian berhasil menyalin berberapa data dan sumber penting milik Bill Gates yang copy nya berhasil di jual kepada pihak organisasi Teroris di Amerika, yang nantinya akan di gunakan untuk memeras Bill Gates dan mengambil upeti dari konglomerat konglomerat di Amerika untuk membayar, dengan ancaman data sumber dan informasi penting perusahaan akan di informasikan kepada publik dunia.
Peretas dunia Kevin Mitnick meretas jaringan sistem transportasi bus dan kereta di Amerika dan Eropa Barat saat masih berusia 15 tahun, dengan menggunakan sistem Punch Card Engineering. Walaupun sempat menjadi tahanan rumah selama hampir 4 tahun, tapi itu tidak cukup untuk membuat Kevin jera. Bersama temannya, ia membuat Digital Equipment DEC untuk mengembangkan perangkat lunak RSTS/E untuk operasi mereka. Alat ini terbukti mampu menyerap hampir 100 kode kloning telpon selular, akun email dan media social sampai 250 identitas palsu milik pegawai negara. Hal ini yang menyebabkan Kevin Mitnick menjadi The Most Wanted Computer Criminal in United States History, dan kisahnya menjadi inspirasi pembuatan film Hollywood Takedown dan Freedom Downtime.
Dan terakhir peretas asal Indonesia yang menjadi pembicaraan seluruh dunia, Jim Geovedi. Pertama kali mengembangkan kloning satelit di tahun 2006, yang bahkan mampu mengendalikan satelit paralel lainnya untuk berpindah, bahkan lumpuh. Keahlian Jim Geovedi ini menjadi pembicaraan banyak pihak, banyak peretasan sistem keamanan satelit milik Jim ini di gunakan untuk membongkar dan intercept atau menyaring semua data yang keluar masuk. Sistem ini di sebut sebagai Rekayasa Sosial atau Cyber Blacklist yang membuat berberapa pengusaha media dan konglomerat di Asia yang menjadi korbannya, sebagai berikut
Li Ka Shing asal Hongkong, yang informasinya di jual ke pihak ke 3 dan di gunakan oleh pesaing bisnis untuk menjatuhkan harga pasar.
Zong Qinghong asal China, yang pada 2011 lalu kehilangan USD 11,000 perhari, karena kehilangan hampir 80% data cabang selama berbulan bulan.