Dunia pendidikan tinggi kembali menjadi sorotan publik setelah viralnya wacana pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) kepada perguruan tinggi.
Isu ini menuai perdebatan di tengah masyarakat, dengan ragam pro dan kontra ramai menghiasi jagat media sosial.
Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek), Stella Christie, menanggapi isu tersebut dengan sikap hati-hati saat ditemui di Yogyakarta. "Jadi kajian-kajian yang tepat itu perlu dilakukan, dan ini sekarang sedang dilakukan. Sehingga kalau hemat saya kita jangan buru-buru menetapkan ini boleh atau tidak boleh," (4/2/2025).
Meski belum ada keputusan resmi, perbincangan mengenai kemungkinan perguruan tinggi mengelola wilayah pertambangan telah memicu respons beragam dari kalangan akademisi, pemerhati lingkungan, dan masyarakat luas.
Pendukung wacana ini menilai langkah tersebut bisa menjadi solusi untuk mendorong inovasi dan pendanaan riset. Namun, di sisi lain, tak sedikit yang khawatir kebijakan ini justru dapat mengalihkan fokus perguruan tinggi dari misi utamanya sebagai lembaga pendidikan.
Gerakan Keberlanjutan dan Peran Perguruan Tinggi dalam Pengelolaan Tambang
"Perjalanan seribu mil selalu dimulai dengan langkah pertama" -- Lao Tzu
Dalam beberapa tahun terakhir, dunia telah mengalami tren menuju gaya hidup berkelanjutan yang lebih terfokus pada tiga aspek utama: people, planet, and prosperity.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai salah satu organisasi yang paling memiliki otoritas di dunia telah menginisiasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), yang menjadi panduan global untuk mencapai dunia yang lebih baik.