Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Juanda memprakirakan beberapa wilayah di Jawa Timur berpotensi hujan lebat disertai petir hingga malam hari (Suarasurabaya.net, 30/1/2025).
Kabar ini tentu menyita perhatian kita bersama, mengingat cuaca ekstrem merupakan salah satu faktor yang berpengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat Jawa Timur.
Tidak hanya profesi formal atau bergaji, tetapi sektor informal dan wirausaha pun merasakan dampak langsung dari cuaca yang tidak menentu.
Namun, cuaca ekstrem di Jawa Timur tidak hanya sebatas hujan dan banjir.
Efek berantai yang ditimbulkan sangat mengancam keberlanjutan hidup masyarakat, khususnya di desa-desa yang bergantung pada pertanian.
Cuaca yang tidak terduga ini merusak target pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) seperti:
SDG 1: Tanpa Kemiskinan
Sebanyak 87% penduduk Indonesia yang tinggal di sekitar 73.000 desa bergantung pada sektor pertanian (Pertanian.go.id, 2024). Ketika cuaca ekstrem datang, hasil pertanian terganggu, yang langsung memengaruhi pendapatan dan meningkatkan kerentanannya terhadap kemiskinan.SDG 2: Tanpa Kelaparan
Pada tahun 2022, Jawa Timur memproduksi 9.526.516 ton beras, menyumbang sekitar 17,4 persen dari total kapasitas produksi padi nasional. Sebagai lumbung padi nasional, Jawa Timur memainkan peran penting dalam ketahanan pangan Indonesia. Namun, cuaca ekstrem berpotensi merusak lahan pertanian dan mengganggu produksi pangan, yang dapat memicu kelaparan (Beritajatim.com, 2024).SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera
Pada tahun 2024, total kasus demam berdarah dengue (DBD) tercatat sebanyak 26.000, dengan potensi peningkatan kasus seiring dengan musim hujan. Masalah kesehatan ini semakin serius mengingat cuaca yang tidak dapat diprediksi, yang memperburuk masalah sanitasi dan kesehatan masyarakat (Erwin Astha Triyono, Dinkes Jatim).
Menghadapi Cuaca Ekstrem: Solusi dan Aksi Nyata