Hong wilaheng awignam astu nama sidham, sejatine ora ono opo opo sing ono amung dudu, sejatine aku dudu sopo sopo sing sopo sopo iku dudu aku, sejatine aku ora iso opo opo sing iso opo opo iku dudu aku.. rahayu.. rahayu.. sagung dumadi..
Hong wilaheng awignam astu nama sidham. Sesungguhnya tidak ada apa-apa, yang ada hanyalah "ketiadaan." Sesungguhnya, aku bukan siapa-siapa, dan siapa-siapa itu bukan aku. Sesungguhnya, aku tidak mampu apa-apa, dan yang mampu apa-apa itu bukanlah aku. Rahayu.. rahayu.. sagung dumadi..
Demikian untaian kalimat filosofis warisan kebudayaan orang Jawa yang kini bahkan sebagian besar anak-anak genealogis Jawa tidak tahu. Akar keilmuan, filosofis, teknis, bahkan kebudayaan kian tak nampak dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa.
Tidak ada dan tidak perlu mengkambinghitamkan satu dan lain orang atas lunturnya budaya Jawa saat ini. Semua pihak barang tentu berkontribusi sama besarnya terhadap hilangnya keluhuran budaya, dan juga sama besarnya memiliki potensi untuk "metani" mana saja nilai luhur yang masih relevan untuk digunakan di era modern ini.
Komunikasi ala Jawa
Salah satu keunikan orang Jawa adalah kecenderungannya untuk mampu beradaptasi dengan orang-orang dari berbagai suku dan bangsa.
Hal ini terbukti dengan maraknya diaspora orang Jawa di berbagai belahan Indonesia dan dunia, namun belum ada catatan sejarah modern (bukan era Kerajaan) yang pernah menulis suku Jawa bentrok dengan suku lainnya.
Bukan berarti suku Jawa lebih unggul dari suku yang lain, namun ada kecenderungan komunikasi yang "unik" dari orang Jawa yang kemudian menjadi stereotipe bahwa orang Jawa gemar "mengalah," bersifat "ramah," dan tidak agresif.
Dibalik stereotipe tersebut, ternyata jika didalami sejengkal lebih dalam, orang-orang Jawa ternyata memiliki kontrol perilaku yang merujuk pada dasar filosofis, sehingga membuat komunikasinya lebih terkontrol.
Misalnya, "ngunu yo ngunu ning ojo koyo ngunu," yang artinya "Begitu ya begitu, tapi jangan seperti itu." Tidak berhenti di situ, termasuk dalam menentukan pilihan ketika kata "monggo" terucap sembari jempol menunjuk arah, maka Anda sebenarnya sudah masuk dalam sebuah hegemoni komunikasi tanpa Anda sadar.