"Ilmu itu bisa mati di antara dua paha wanita"---Imam Nawawi, dan "Ilmu itu bisa hidup di antara dua paha wanita"---Imam As-Suyuti, menggambarkan betapa kompleksnya pandangan sejarah tentang peran perempuan dalam masyarakat.
Sejarah manusia dimulai dari Adam dan Hawa, di mana mereka diidentifikasi sebagai laki-laki dan perempuan dalam konteks sosial dan biologis.
Secara historis, laki-laki sering menduduki posisi strategis dalam peradaban; sedangkan perempuan sering terhambat oleh norma-norma sosial yang membatasi peran mereka.
Namun, di era modern ini, peran perempuan mengalami transformasi signifikan. Mereka kini dapat berperan dalam berbagai bidang penting, seperti politik dan ilmu pengetahuan, membuktikan bahwa norma-norma lama perlahan terkikis.
Menjadi perempuan adalah suatu nasib---identitas yang diberikan oleh alam dan genetik. Namun, keputusan untuk menjadi ibu adalah pilihan yang mendalam dan pribadi, melibatkan komitmen emosional dan tanggung jawab yang diambil secara sadar.
Setiap perempuan memiliki kebebasan untuk memilih jalur hidupnya, apakah itu berfokus pada karier, keluarga, atau keduanya.
Menjadi seorang ibu di zaman modern menghadapi berbagai tantangan multifaset. Dengan perubahan waktu, pemahaman manusia tentang posisi perempuan juga berkembang.
Menjadi ibu bukan hanya tentang peran domestik, tetapi juga berkontribusi pada keberlanjutan peradaban dan kualitas masyarakat.
Prinsipnya, tidak ada hukum negara yang melarang seseorang untuk memilih menjadi ibu atau berperan dalam dinamika sosial.
Namun, setiap pilihan memiliki konsekuensi yang harus dipertimbangkan oleh perempuan dan ibu sendiri.