Lihat ke Halaman Asli

Agung Santoso

Peneliti isu - isu kemanusiaan.

Pasar Tradisional dalam Gempuran Ekosistem Digital

Diperbarui: 6 Agustus 2024   20:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: Dokumen Pribadi


"Mbesuk yen ana kreta mlaku tanpo jaran, tanah Jawa kalungan wesi, prahu mlaku ing dhuwur awang-awang, kali ilang kedunge pasar ilang kumandange. Iku tanda yen tekane jaman Joyoboyo wis cedak." -- Ramalan Jayabaya.

Kutipan ini telah menjadi pegangan kawulo alit dan wong cilik di Pulau Jawa selama ratusan tahun. 

Romo Shindunata dalam bukunya Ratu Adil menjelaskan peristiwa-peristiwa historis yang erat dengan naskah magis tersebut. 

Dalam artikel sederhana ini, kita akan fokus pada bagian "pasar ilang kumandange" yang mengisyaratkan hilangnya gemerlap pasar tradisional.

Kotler dan Armstrong berpendapat bahwa pasar adalah seperangkat pembeli aktual dan potensial dari suatu produk atau jasa.

William J. Stanton pada tahun 1993 menyatakan bahwa pasar adalah sekumpulan orang-orang yang memiliki keinginan untuk puas, uang untuk belanja, dan kemauan untuk membelanjakan, baik itu untuk beras, sayur-mayur, jasa angkutan, uang, maupun tenaga kerja" (Budiono, 2002:43). 

Sederhananya, pasar adalah proses pertukaran barang, jasa, dan hal-hal lain yang memiliki nilai ekonomis.

sumber gambar: Dokumen Pribadi

Pasar Tradisional

Tidak ada sumber yang cukup otoritatif untuk mengklaim kapan tepatnya pasar pertama kali berdiri. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline