"Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), juga dikenal sebagai Tujuan Global, diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2015 sebagai seruan universal untuk bertindak guna mengakhiri kemiskinan, melindungi planet ini, dan memastikan bahwa pada tahun 2030 semua orang menikmati kedamaian dan kesejahteraan." -- United Nation.
Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan kristalisasi harapan masyarakat dunia. Dengan tidak kurang dari 193 negara di dunia yang menyepakati, SDGs praktis menjadi paradigma baru yang diadopsi dalam mencanangkan pembangunan negara-negara dunia.
Ribuan good practice gemilang digaung-gaungkan tiap menitnya dalam acara seminar, talkshow, dan publikasi yang membuat spirit isu keberlanjutan kian menyala.
Namun ternyata bukan hanya spirit keberlanjutan, rumah-rumah di Palestina nyalanya lebih besar akibat serangan bom-bom dan berbagai senjata militer sebayanya.
Realitas Palestina
Mengutip unctad.org (2024), akibat operasi militer membuat 85% penduduk Gaza mengungsi, menghentikan kegiatan ekonomi, dan memperburuk kemiskinan dan pengangguran.
Dalam sumber yang sama, hingga Desember 2023, tingkat pengangguran melonjak hingga 79,3%. Selain itu, 37.379 bangunan -- atau 18% dari total bangunan di Gaza -- telah rusak atau hancur akibat operasi militer.
Jalur Gaza, di mana separuh penduduknya adalah anak-anak, kini hampir tidak dapat dihuni lagi. Penduduk kekurangan sumber pendapatan dan akses yang memadai terhadap air, sanitasi, kesehatan, dan pendidikan.
Warga Palestina benar-benar dalam kondisi "left behind" yang jauh dari tujuan semula SDGs yakni "no one left behind." Hal ini tentu menjadi sebuah ironi di mana tiap-tiap masalah pada goals SDGs mulai dari SDG 1 hingga SDG 17 terlihat jelas ada di Palestina.