Lihat ke Halaman Asli

Agung Santoso

Peneliti isu - isu kemanusiaan.

Bungkul, Epicentrum Ekonomi Budaya dan Spiritualitas

Diperbarui: 18 Desember 2023   21:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar : Instagram@wahyusaidi

Jika Anda main ke Surabaya, kurang afdal rasanya kalau tidak main ke Taman Bungkul. 

Hingga kini, taman Bungkul konsisten menyimpan jutaan kenangan manusia yang pernah menghabiskan momen bersama kawan, keluarga, tetangga, bahkan pasangan. 

Taman Bungkul bukan sekadar taman, ada daya tarik magis yang kuat sehingga membuat area seluas 900 meter ini begitu ramai dikunjungi oleh masyarakat dari berbagai daerah, baik lokal maupun mancanegara. 

Taman Bungkul telah menghidupi ratusan UMKM yang berjejer menjajakan produknya, baik berupa makanan, pakaian, aksesoris, bahkan jasa. 

Satu potret yang menarik perhatian saya adalah tukang urut (pijat) tradisional yang menawarkan jasanya dan melakoni praktik pijat ini di lokasi outdoor. 

Jika lazimnya praktik pijat dilakukan pada bilik-bilik dalam ruangan, maka strategi praktisi pijat tradisional Bungkul merupakan anomali. 

Mungkin sebenarnya bukan strategi pemasaran, namun lebih pada terhimpit kondisi; apapun itu nyatanya, konsumen pengguna jasa cukup ramai datang. 

Selain menjadi habitat UMKM lokal Surabaya, Taman Bungkul menyediakan ruang bagi semua pihak untuk berekspresi. 

Hal ini terbukti dengan disediakannya Amphiteater untuk memfasilitasi pelaku seni untuk berkarya dan mementaskan karyanya. 

Setiap hari, izin saya ralat... bahkan setiap 15 menit jika Anda duduk di warung-warung sentra kuliner Taman Bungkul, maka pasti Anda temui seniman-seniman berseliweran sambil membawa gitar, icik-icik, dan peralatan sederhana untuk menunjang unjuk tarik suara. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline