Jamu... jamu... suara khas penjaja minuman Ajaib yang memiliki segudang manfaat positif bagi tubuh manusia. Jamu terbilang minuman yang unik, karena bukan saja sebagai pelepas dahaga, jamu juga berfungsi sebagai obat.
Dulu, penjual jamu adalah ibu-ibu paruh baya yang mengenakan setelan jarik beserta kemben khas penjual jamu. Semakin ke sini, penjual jamu telah bertransformasi sesuai dengan arah gerak zaman. Penjual jamu kini telah menggunakan kendaraan modern seperti sepeda motor dan mobil dalam menjajakan dagangannya.
Belum lagi baru-baru ini, jamu dikemas sedemikian menarik oleh komunitas-komunitas UMKM sehingga menjadi produk yang bernilai ekonomi tinggi. Jamu telah menembus batas yang semula dikenal sebagai minuman pinggir jalan, menjadi salah satu minuman dalam daftar menu di kafe dan restoran.
Bahkan, jamu sudah mampu menembus pasar internasional seperti dalam laporan kemenlu.go.id (2021) yang mencantumkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa nilai total ekspor Jamu Indonesia pada tahun 2021 mencapai USD 41,5 juta, mengalami peningkatan sebesar 10,96% dibandingkan dengan tahun 2019.
Jamu telah sukses menjadi salah satu primadona warisan leluhur Nusantara yang tetap eksis hingga kini. Dibalik kesuksesannya mengambil hati para pencari "solusi sehat, tanpa obat kimia", jamu memiliki akar sejarah yang menarik untuk bersama-sama kita telusuri.
Kata "jamu" berasal dari bahasa Jawa kuno, yaitu "jampi" atau "usodo". "Jampi" atau "usodo" memiliki makna penyembuhan melalui penggunaan ramuan obat atau doa-doa. Penggunaan istilah "jampi" banyak ditemukan dalam naskah-naskah kuno, seperti naskah Gatotkacasraya yang ditulis oleh Mpu Panuluh dari Kerajaan Kediri pada masa pemerintahan Raja Jayabaya (kemendikbud.go.id, 2021). Jamu sudah menjadi minuman yang populer bahkan sejak zaman kerajaan Kediri.
Pembuatan dan penggunaan jamu juga telah diabadikan dalam relief-relief candi pada masa pemerintahan kerajaan Hindu-Budha. Beberapa candi yang menampilkan relief-relief tersebut antara lain Candi Borobudur, Prambanan, Penataran, Sukuh, dan Tegalwangi.
Selain terdapat dalam relief candi, jamu juga terdokumentasi dalam Prasasti Madhawapura yang merupakan peninggalan dari Kerajaan Majapahit. Dalam prasasti tersebut, disebutkan mengenai profesi peracik jamu yang disebut "acaraki". Seorang acaraki diwajibkan untuk berdoa sebelum meracik jamu. Selain itu, mereka juga harus melakukan meditasi dan berpuasa sebelum melakukan proses peracikan ramuan jamu.
Setelah mengetahui bagaimana akar sejarah lahirnya jamu Nusantara, sudah selayaknya kita lebih dekat dengan jamu itu sendiri. Jamu adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada obat tradisional yang berasal dari Indonesia. Dalam beberapa waktu terakhir, istilah herbal atau herba juga sering digunakan untuk menggambarkan jamu.