Lihat ke Halaman Asli

Mohammad Masad Masrur

Mahasiswa Pascasarjana USAHID

Tintin dan Pak Janggut

Diperbarui: 10 Januari 2016   11:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Saya berada di depan La Boutique Tintin. Tokoh komik The Adventure of Tintin adalah seorang wartawan Belgia muda dan pengembara. Sejak kemunculannya pertama kali, ia ditemani oleh seekor anjing jenis fox terrier yang bernama Milo (dalam bahasa Perancis, namanya adalah Milou, atau Snowy dalam komik terbitan INDIRA yang berbahasa Indonesia)."][/caption]

Salah satu resiko, atau tepatnya efek samping, jalan-jalan adalah: belanja. Perjalanan ke Eropa melalui Frankfurt dan kemudian menyusuri Amsterdam, Leiden, Den Haag, kemudian ke Brussels, Paris dan selanjutnya ke Madrid, Granada dan Cordoba, adalah perjalanan yang panjang. Terhitung ada lima negara telah terlewati. Pelancong harus berfikir, selain tas, kaos dan souvenir seperti gantungan kunci atau magnet, kira-kira barang khas apa yang akan diburu. Dalam perjalanan ini, tentu saja saya memburu buku, newspaper, dan komik, selain kaos khas negara masing-masing.

Ketika masih Sekolah Dasar (SD) kelas satu dan masih belajar membaca, majalah anak-anak yang dibelikan orangtua saya kerap hanya dibolak-balik dan dilihat-lihat gambarnya saja. Meningkat, ketika makin mulai lancar mengeja dan aktif membaca, aktifitas kecil saya masih tak lepas dari melihat gambar. Dan gambar yang berkisah dalam majalah anak-anak tersebut adalah: cerita bergambar atau komik. Ada beberapa komik tahun 1984-an yang dibelikan ayah saya waktu itu, seperti komik berseri: Deny Manusia Ikan, Tintin sampai Trigan. Sementara Majalah anak-anak seperti Bobo maupun Ananda, selalu menyisipkan cerita bergambar yang “sayangnya” bersambung dalam setiap edisinya. Sehingga ketika mengikuti kisahnya, harus langganan.

Selain kisah Mahabarata yang di Majalah Ananda yang digambar dengan amat mengesankan oleh Komikus Teguh Santosa yang belakangan diterbitkan komplit oleh Penerbit Plus, cerita bergambar lainnya di Majalah Bobo adalah kisah petualangan “Pak Janggut”. Bapak saya yang juga suka kisah mahabarata, berlangganan habis hingga kisah komik ini berakhir, sehingga saya tuntas membacanya. Tetapi, untuk kisah Pak Janggut, saya hanya membacanya terpotong-potong karena tidak langganan. Praktis, saya seringkali penasaran: apa akhir cerita Pak Janggut dalam setiap episodenya. 

Saking penasarannya, saya sampai berangan-angan akan memburu komik ini jika suatu saat nanti diterbitkan komplit. Tapi sampai kapan, sebab, setelah berpuluh tahun kemudian, komik-komik lama tidak diterbitkan ulang kecuali komik Tintin yang memang sudah mendunia. Petualangan Tintin adalah serial komik yang diciptakan oleh Hergé, seorang artis dari Belgia. Hergé adalah pseudonim dari Georges Remi (1907–1983) yang dituliskan menjadi RG (dibaca sebagai Hergé dalam bahasa Perancis). Serial ini pertama kali muncul dalam bahasa Perancis sebagai lampiran bagian anak-anak dari koran Belgia, Le Vingtième Siècle pada tanggal 10 Januari 1929. Petualangan Tintin sendiri menampilkan beberapa pemain yang saling melengkapi satu sama lainnya. Dari tahun ke tahun, serial ini menjadi bacaan favorit dan bahan kritikan dari para kritikus selama lebih dari 70 tahun.

Tokoh utama dari serial ini adalah seorang wartawan Belgia muda dan pengembara bernama Tintin. Sejak kemunculannya pertama kali, ia telah ditemani oleh seekor anjing jenis fox terrier yang bernama Milo (dalam bahasa Perancis, namanya adalah Milou, atau Snowy dalam komik terbitan INDIRA yang berbahasa Indonesia). Dalam kisah selanjutnya dimunculkan beberapa pemain tambahan seperti Kapten Haddock, yang terkenal dengan sumpah serapahnya, namun dia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kepelautan dan asas kesetaraan. Kemudian ada juga Profesor Lakmus atau Professeur Tournesol atau Profesor Calculus yang sangat cerdas namun memiliki masalah dengan pendengarannya. Dan tak lupa karakter Dupont dan Dupond atau Thomson dan Thompson, detektif kembar yang sangat tidak kompeten. Komik tersebut dikumpulkan menjadi suatu album petualangan (23 secara keseluruhan dan ditambah satu album yang masih berupa sketsa: Tintin dan Alph-Art), yang berhasil dan telah diadaptasi ke dalam bentuk film dan teater. Komik ini adalah salah satu komik Eropa yang sangat terkenal pada abad ke-20. Sudah lebih dari 200 juta bukunya diterbitkan dan diterjemahkan ke dalam lebih dari 50 bahasa, termasuk Indonesia.

Serial komik ini sangat digemari karena gaya gambarnya yang bersih tetapi ekspresif (ligne claire) dan didasarkan pada riset yang mendalam oleh pengarangnya, yang terbagi atas aliran: petualangan dengan elemen fantasi, misteri, politik dan sains fiksi. Kisah Tintin juga selalu menampilkan humor slapstick yang mengomentari tentang politik dan budaya pada suatu negara atau suatu masa. Yang menarik, Tintin bepergian ke berbagai negara dan memecahkan berbagai masalah di negara yang dikunjunginya. Termasuk Indonesia. Tintin dalam seriap Penerbangan 714 ke Sidney, sempat mendarat dan transit di Bandara Kemayoran Djakarta dan terlibat penculikan dan tembak-menembak di sebuah pulau di sekitar utara Australia. Tentu saja pulau itu masih masuk wilayah Indonesia sekarang. Sangat imajinatif.

Nah, pada saat teman-teman Jakarta Islamic Centre (JIC) melakukan traveling dari Den Haag ke Paris melalui Brussels, saya mampir ke Boutique Tintin. Brussels adalah kota Tintin, yaitu kota dimana secara imajinatif ditinggali olehnya. Tetapi, karena komik ini sudah menyebar luas di berbagai belahan dunia, termasuk di Jakarta, tentu saya tidak membeli komiknya: cukup berfoto saja di depannya, dan membawa pulang kaos bergambar Tintin.

Lain di Brussels, saat mendarat di Amsterdam, saya berkesempatan mengunjungi Koninklijk Paleis Amsterdam. Dan teman-teman berburu berbagai macam barang “murah” di sekitar Istana itu, saya ngacir mencari Toko Buku yang menjual komik asli Belanda yang sudah saya “impikan” sejak dulu: Pak Janggut alias  Douwe Dabbert. Toko Buku yang ada disekitar Koninklijk Paleis Amsterdam itu adalah Scheltema: Boekverkopers. Komik yang saya beli itu seharga 7,89 Euro. Selain komik, saya juga membeli Novel Belanda berjudul Batavia’s Graveyard karya Mike Dash.

Pak Janggut adalah nama terjemahan Indonesia dari seri komik Belanda Douwe Dabbert yang diciptakan oleh seniman Piet Wijn dan penulis naskah Thom Roep. Sebagian dari cerita terakhir digambar oleh Dick Matena karena adanya masalah kesehatan pada Piet Wijn. Di Amazon komik Pak Janggut dikenal sebagai komik seri berbahasa Inggris: The Journeys of Danny Doodle. Pak Janggut adalah sesosok orang tua yang berpenampilan seperti kurcaci yang mengalami berbagai macam petualangan yang aneh di mana ia sering berjumpa dengan makhluk gaib. Ia memiliki buntalan ajaib dari mana ia bisa mengambil barang-barang yang ia perlukan, baik di saat biasa (seperti makanan saat lapar) ataupun benda-benda yang bisa membantunya lolos dari bahaya. Bagi orang lain, kantung ini tidak berisi apa-apa, kecuali jika Pak Janggut mengizinkan orang itu mengambil sesuatu. Secara keseluruhan, Pak Janggut telah membintangi dua puluh tiga buku komik. Sayang, sampai saat ini, komik Pak Janggut belum diterbitkan dalam bahasa Indonesia, meskipun di internet saya sudah mendapatkan downloadnya dari internet.

Alangkah senangnya saya mendapatkan komik ini dari negeri asalnya. Tetapi, ketika saya menulis artikel ini, saya justru berfikir: apa manfaat komik ini untuk Museum Islam Jakarta yang sedang akan dibangun oleh JIC? Apa kultur komik dalam dunia Islam, ataukah komik memang tidak terlalu membumi dalam dunia Islam. Menurut saya, Museum Islam Jakarta ini kelak justru harus memproduksi karya-karya (yang mungkin) untuk anak-anak, sehingga mereka sangat menyukainya, dan kelak ketika mereka dewasa, mereka akan memburunya layaknya komik-komik ini.

**




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline