Lihat ke Halaman Asli

Pasrah, Sampah dan Banjir

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Beberapa waktu yang lalu, tatkala sudah selesai mencuci baju dan siap untuk di jemur. Hmmm ternyata cuaca siang itu belum bersahabat dengan saya, karena baru beberapa baju yang saya jemur, gerimis sudah datang dengan malu-malu. Ahhhh padahal siang itu saya sudah ada janji, tidak mungkin saya harus berdiam diri menuggu gerimis ini. Baju tetap saya jemur dan saya pasrahkan padaNya, kalau mau hujan ya hujan saja kalau memang kering ya alhamdulillah. Tiba-tiba saya memasrahkan urusan yang sebenarnya masih berada pada kendali saya kepadaNya. Sore hari setelah saya balik ke kos ternyata baju sudah kering, alhamdullillah. Di waktu yang lain hal sama terulang kembali, tetapi saya kurang beruntung tatkala sore hari saya pulang, ternyata semua jemuran saya basah kuyup. Alamat saya musti membilasnya kembali, ya sudah.

Kalau mengingat-ingat kejadian ini terngiang-ngiang di kepala saya betapa hari ini masyarakat kita melakukan hal yang sama, seperti yang saya lakukan, pasrah bukan pada tempatnya. Tatkala hari ini betapa mudahnya kita melihat berserakannya kertas tiket di pintu tol, sebagian masyarakat kita juga dengan mudah membuang sampah ke selokan, sungai juga badan air yang lain. Seolah-olah mereka ingin berkata begini kepada Tuhan “Tuhan ini sampah aku pasrahkan kepadaMu, tolong diurus ya Tuhan. Engkau Maha Baik, Maha Segalanya, pasti Engkau bisa menyelesaikan perkara sampah ini”. Sampah-sampah yang dibuang selama ini akhirnya menjadi apa? Apakah Tuhan benar- benar “mengurusnya” seperti yang di harapkan masyarakat? Apa yang terjadi di hampir seluruh kota besar di Indonesia adalah hasil jerih payah “kepasrahan” masyarakat.Begitu mudahnya mereka mengalih tugaskan Tuhan hanya untuk mengurusi sampah dari hasil sisa-sisa aktivitas mereka. Sehingga tatkala Tuhan “gagal” menjalankan “tugasnya” dengan hadirnya banjir di Jakarta, Bandung, Semarang dan Kota-kota yang lain maka mari beramai-rmai menyalahkanNya. Begitu kah? Hmmmmmm. Inilah pasrah pada tempat yang salah. Karena sebenarnya tentang sampah ini masih berada pada wilayah jangkauan manusia bukan langsung diserahkan kepada Tuhan. Jangan-jangan mereka itu adalah saya, Anda dan kita semua?

Terus apa yang bisa kita lakukan hari ini? Haruskah setiap rumah menerapkan pembuatan pupuk kompos untuk sampah organik? Tidak usah terlalu muluk-muluk, minimal mulai hari ini jangan pernah satu kalipun kita membuah sampah tidak apda tempatnya, terutama di tempat-tempat umum seperti stasiun, terminal, juga moda transportasi seperti kereta api. Kalau memang kita memiliki sampah simpanlah terlebih dahulu, baru buang tatkala ketemu tempat sampah. Yang kedua jangan pernah sekalipun kita membuang sampah di selokan, sungai dan badan air yang lain seperti situ, danau, juga laut. Kalau memang akhirnya masih banyak orang yang tidak peduli pada lingkungan, minimal kita tidak menjadi bagian dari mereka yang memasrahkan urusan sampah dan banjir kepadaNya. Wallahu a’lam




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline