Lihat ke Halaman Asli

Jokowi Capres Dadakan?

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilu legislatif telah usai digelar. Meskipun hasil penghitungan manual oleh KPU baru akan selesai bulan Mei mendatang, hasil hitung cepat alias quick count bisa menjadi acuan bagaimana hasil perolehan suara masing-masing partai peserta pemilu. Ada 3 partai yang memperoleh suara lebih dari 10 % yakni PDI Perjuangan, Golkar dan Gerindra. Ketiga partai inilah yang diperkirankan akan menjadi pemimpin koalisi dan mengajukan calon presidennya. PDIP yang kemungkinan mengusung Joko Widodo, Golkar dengan Aburizal Bakrie-nya dan dari kubu Gerindra ada Prabowo Subianto.

Namun dari ketiga nama yang disebut di atas ada beberapa hal yang patut dicermati, salah satunya adalah proses pencapresan. Gerindra sudah jauh-jauh hari mendeklarasikan Prabowo adalah capres yang akan mereka ususng. Prabowo yang seolah menjadi tokoh tunggal di Gerindra mendapat dukungan penuh dari seluruh kader Gerindra. Pencapresannya sudah tak bisa diganggu gugat.

Aburizal alias ARB juga sudah digadang sebagai capres partai Golkar sejak jauh-jauh hari sebelum pileg digelar. Namun ARB bukanlah sosok sentral dan tunggal seperti Prabowo. Ada banyak ‘tokoh utama‘di tubuh partai beringin itu. Sebut saja Jusuf Kalla dan Akbar Tandjung. Ada juga tokoh yang relatif masih muda seperti Priyo Budi Santoso yang ternyata memiliki elektabilitas yang tak kalah dengan ARB. Hal ini membuat pencapresan ARB masih bisa diganggu-gugat. Bahkan beredar kabar jika pencapresan ARB bakal dievaluasi lantaran elektabilitas ARB yang relatif rendah dibanding para capres lain. Meskipun demikian, ARB tetap bersikukuh untuk maju sebagai capres dan yakin akan memenangkan pilpres sehingga berhak menduduki RI 1.

Cerita berbeda dialami Jokowi yang ‘akhirnya’ dideklarasikan sebagai capres oleh PDIP. Tarik ulur pencapresan Jokowi terbilang alot. Megawati selaku pimpinan PDIP sepertinya tidak mau gegabah dan penuh perhitungan dalam mengajukan Gubernur DKI ini sebagai capres. Pasalnya Jokowi baru menjabat gubernur selama 2 tahun. Namun Megawati tidak bisa menahan godaan jika Jokowi adalah ‘raja survey’. Jokowi dalam sejumlah survey memiliki elektabilitas yang sangat tinggi sehingga diprediksi akan menang jika ikut serta dalam pilpres nanti. Akhirnya menjelang detik-detik pileg digelar, Megawati memberi mandat keapda Jokowi untuk maju sebagai capres.

Namun ternyata pencapresan Jokowi memunculkan dilema sendiri bagi PDIP dan Megawati. Megawati seolah dijebak untuk segera mendeklarasikan pencapresan Jokowi. Namun setelah Jokowi dideklarasikansebagai capres, banyak pihak yang mengkritik dan memusuhinya. Suara-suara yang awalnya ramai mengharapkan Jokowi memimpin negeri ini perlahan mulai menghilang entah kemana.

Mungkin inilah yang bisa menjadi catatan dalam proses pencapresan dalam sebuah partai. Kita bandingkan proses pencapresan antara Prabowo, ARB dan Jokowi. Prabowo yang sudah siap jauh-jauh hari telah menyusun rencana sedemikian rupa untuk bertarung dalam pilpres. Semua hal sudah diperhitungkan. ARB juga demikian, hanya saja sejak era reformasi Golkar selalu tidak bisa solid mendukung satu capres yang diusungnya. Sedangkan pencapresan Jokowi terkesan ‘dadakan’ dan tanpa persiapan yang matang. Hal ini sangat terlihat dari sikap Jokowi dan PDIP ketika Burhanudin Muhtadi menanyakan visi dan misi Jokowi. Ahmad Basarah, petinggi PDIP menyebut jika visi-misi tersebut saat ini masih digodog untuk menyamakan persepsi dengan partai koalisi. Ini artinya Jokowi belum mempunyai visi yang jelas kala mengajukan diri sebagai capres. Hal ini terkesan jika Jokowi dan PDIP hanya sekedar yang penting menang terlebih dahulu atau mungkin mereka berfikir kita pasti menang dengan mengusung Jokowi.

Akhirnya siapa saja nanti yang terpilih sebagai presiden, ini bukan sekedar menang atau kalah saja. Semua harus menjadi presiden (pemimpin) dalam lingkup dan wewenang masing-masing. Tak ada yang perlu dirayakan, tak ada yang perlu dibangga-banggakan dari kemenangan pilpres. Atas nama persatuan dan kesatuan bangsa, mari kita satukan suara setelah pilpres selesai digelar. Semua rakyat harus menang !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline