Lihat ke Halaman Asli

Pesta Money Politics Tak Terbantahkan

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Masyarakat ternyata memang sudah apatis dengan pesta demokrasi. Andai saja tidak ada uang yang ditebarkan di masa tenang, masyarakat tidak akan mendatangi tempat pemungutan suara (TPS). "Mana ada Mas yang mau datang ke TPS kalau nggak dikasih uang," kata Anto, petani di Papar, Kediri, Jawa Timur, beberapa saat lalu.

Sudah sejauh itukah apatisme mereka? Lagi-lagi Anto menjelaskan, mereka sudah sangat paham dan tahu bahwa pesta demokrasi ini tak akan memberikan manfaat apa-apa bagi mereka. Maka daripada mereka sama sekali tidak dapat manfaat, kata Anto, lebih baik mereka mendapatkan uang meski jumlahnya tak seberapa.

Ia mengaku, untuk satu nama dalam daftar pemilih di tingkat kabupaten, mereka mendapatkan uang sebesar 25 ribu rupiah dari tim sukses partai. "Ada yang cuma Rp 10 ribu, Rp 15 ribu, juga Rp 20 ribu," jelasnya.

Dari situlah, rakyat di kampung paling tidak mendapat uang sekitar Rp 50 ribu untuk mencoblos tiga nama yang berbeda di kertas suara. Partainya pun bisa berbeda. "Pokoknya tergantung siapa yang bayar," kata Anto menjelaskan.

Broker Suara

Nah pemilu itu pun menjadi ajang mengeruk uang bagi para broker. Di satu desa, jumlah broker sangat banyak. Karena pemilu ini memilih nama, bukan partai, maka broker-broker ini lebih luas medannya. Sayang, Anto tidak dapat menjelaskan berapa jumlah uang yang didapatkan oleh para broker suara. "Yang jelas, dapatnya pasti lebih banyak Mas," katanya menganalisa.

Menurutnya, semua partai politik menggunakan cara ini. Ia menjelaskan, proses pemberian uang terjadi pada masa tenang.

Dari para broker inilah, para kontestan pemilu sebenarnya sudah tahu berapa massa riil yang akan didapatkannya dalam pemilu, andai broker itu memang benar dalam menjalankan tugasnya. Tapi faktanya, broker itu tak seperti yang diharapkan, karena mereka pun tahu para kontestan pemilu tak akan berani mengungkap boroknya sendiri yang membeli suara dengan main uang. Bisa dipenjara. []

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline