Lihat ke Halaman Asli

Dwi Ananto Widjojo

Broadcast Television Engineer

Menanti UU Penyiaran Direvisi

Diperbarui: 9 Februari 2016   10:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Banyak kawan-kawan saya yang menduga bahwa amburadulnya program migrasi TV digital disebabkan oleh para pengusaha TV berbayar yang ketakutan terhadap kehadiran TV digital karena merasa bisnisnya akan terganggu. Padahal yang menggugat aturan TV digital itu adalah ATVJI dan ATVLI (Asosiasi TV berjaringan dan Asosiasi TV lokal Indonesia). Berikut ini adalah penjelasan secara kronologis.

01 Jan 2009: Uji coba siaran TV digital dilakukan di Indonesia.

17 Jun 2009: ITU memutuskan bahwa siaran TV analog di seluruh dunia akan dimatikan pada tanggal 17 Juni 2015.

21 Des 2010: Presiden SBY meresmikan pemancar TV digital TVRI Jakarta, Surabaya dan Batam.

22 Nov 2011: Kominfo menetapkan Permen No.11 th 2011 tentang Penyelenggaraan Siaran TV digital.

31 Jul 2012: Sebanyak 23 stasiun TV swasta lolos seleksi dan mulai melakukan siaran TV digital.

03 Apr 2013: MA memerintahkan untuk mencabut Permen No.11 th 2011 atas permintaan uji materi dari ATVJI dan ATVLI.

05 Mar 2015: PTUN juga membatalkan Permen No.11 th 2011 atas gugatan dari ATVJI.

26 Sep 2015: Kominfo yg melakukan banding dinyatakan kalah oleh PTUN dan kemudian mengajukan kasasi.

Jadi yang membuat siaran TV digital ini batal adalah ATVJI dan ATVLI, bukan pengusaha TV berbayar. Sebab model bisnis siaran TV berbayar dan siaran TV free to air (gratis) itu sangat berbeda. TV berbayar mengandalkan iuran bulanan, sedangkan TV free to air mengandalkan iklan. Jadi terhambatnya program migrasi TV digital ini tidak ada hubungannya dengan bisnis pengusaha TV berbayar.

TV lokal maupun TV berjaringan sesunguhnya tidak keberatan atas penerapan teknologi TV digital. Tapi yang menjadi masalah adalah dasar hukum yang digunakan (yaitu Permen No.22 tahun 2011) yang sama sekali tidak mengadopsi kepentingan mereka. Akibatnya TV lokal merasa seperti anak tiri yang diusir dari rumahnya sendiri. Sebab mereka tidak bisa lagi melakukan siaran (analog maupun digital) di wilayahnya sendiri. Disamping itu, Permen Kominfo no.22 tahun 2011 itu juga bertentangan dengan UU no.32 tahun 22 tentang penyiaran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline