Sudah hampir tiga minggu berlalu, pilkades masih menyimpan sejumlah cerita hangat yang tak kunjung selesai. Para warga masih sering berbisik diantara yang lain. Ada pula yang masih enggan menyapa tetangga dan sanak saudara.
Pilkades kali ini memang cukup berbeda. Para warga tak gampang percaya dan tak juga gampang lupa. Rasa kecewa kemudian diluapkan dengan berbagai tindakan, baik sekadar celaan maupun tindakan nyata.
Di balik kekecewaan berkepanjangan itu, rupanya ada sebab-sebab lain yang begitu mencengangkan. Ada urusan partai politik, agama, maupun kepentingan-kepentingan pribadi. Semua itu kemudian melebur menjadi berbagai ancaman yang dilontarkan pihak satu dengan yang lain.
Desa saya termasuk desa kecil, dengan jumlah pemilih tak genap dua ribu orang. Kekecewaan warga yang berlarut-larut menjadikan pilkades kali ini berdampak panjang.
Sebagian warga menginginkan perubahan dengan memilih calon baru yang kemudian memenangkan jumlah suara. Pendukung calon lama tentu tak bisa menerima begitu saja. Dengan berbagai alasan mereka akan mempertahankan posisi kepala desa.
Kemudian kengototan dari para pendukung kedua calon ini menjadikan masalah pilkades ini menjadi berlarut-larut. Memang tak ada pelanggaran dari kedua belah pihak yang bisa diperdebatkan.
Namun begitu, tak ada rotan, akar pun jadi. Perkara-perkara kecil kemudian dibesar-besarkan. Yang kemudian menjadikan panggung politik desa kali ini menyamai panggung politik nasional.
Masyarakat awam kemudian menjadi korban nyata dari kejadian ini. Ketenangan mereka kemudian terusik. Bahkan banyak tali persahabatan maupun persaudaraan retak. Walaupun tidak seorang pun yang tahu enam tahun kedepan nasib desa ini bakal seperti apa.
Desa ini sebenarnya bukan dalam keadaan baik-baik saja. Dari masalah kemiskinan, bencana alam, atau dampak pengembangan pariwisata nasional hingga saat ini masih menjadi PR yang harus di selesaikan. Andai enam tahun kedepan masalah itu tidak ada perkembangan, bukan tidak mungkin Kepala Desa terpilih saat ini akan bernasib sama dengan sebelumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H