Lihat ke Halaman Asli

Marzuki Umar

Dosen STIKes Muhammadiyah Lhokseumawe

Mencontohkan Bahasa yang Benar bagi Anak Kecil, Apa Dampak Positifnya?

Diperbarui: 11 Februari 2024   23:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar : Dokumen Pixaby

Oleh : Marzuki Umar, M.Pd.

Mencontohkan sesuatu yang benar kepada anak kecil atau orang lain merupakan suatu keharusan di dalam kehidupan dan penghidupan. Dengan adanya contoh yang diperlihatkan atau diperdengarkan secara benar, maka sang buah hati atau orang lain akan mengikuti sekaligus mencoba merealisasikan sebagaimana yang ia dapatkannya. 

Demikian juga dengan bahasa. Bahasa merupakan alat komunikasi yang tangguh bagi semua kalangan, termasuk anak-anak yang masih kecil. Tanpa adanya bahasa, rasanya akan sangat sulit untuk melakukan berbagai aktivitas walau sekecil atau seringan apa pun. Sebaliknya, bagaimanapun beratnya suatu permasalahan akan dapat diselesaikan dengan baik dengan mengunakan bahasa sebagai sarana komunikasinya. 

Oleh karena bahasa adalah satu-satunya alat yang dapat membuat seseorang bisa menyampaikan sesuatu sesuai dengan keinginannya, maka tindak berbahasa itu perlu dilakukan dengan benar dan dicontohkan kepada setiap anak sejak usia dini. Bahasa yang perlu dicontohkan adalah bahasa yang baik dan benar. Contoh berbahasa tersebut akan dilakukan pertama dan utama sekali oleh orang tua atau keluarganya di lingkungan rumah tangga. 

Mengapa masalah berbahasa ini perlu ditunjukkan secara benar kepada si kecil? Bukankah anak-anak belum memahami tentang bahasa itu? Ya..., sebagaimana kita ketahui bahwa anak kecil atau anak usia dini masih sangat peka dan rentan di dalam menghadapi sesuatu, termasuk dalam berbahasa. Memang sang buah hati ini belum mengerti bahasa, tetapi mereka lagi belajar dan meniru bahasa. Tentu saja, penerapan bahasa baginya sesuai dengan yang didapatkannya. 

Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Catatan Tanpa Kertas, bahwa "Meski anak-anak bisa belajar bahasa dari lingkungan sekitarnya, tapi mengajari anak untuk mengembangkan aspek bahasa terasa lebih baik. Anak-anak menjadi lebih bisa dalam mengolah kata dan memahami perkataan dengan baik." http://yd.blog.um.ac.id. Diakses 11 Februari 2024, pukul 05.00 WIB. 

Catatan tesebut mengisyaratkan masalah belajar bahasa. Apabila yang diajarkan atau dicontohkan itu benar, maka praktik berbahasa si kecil pun akan benar. Namun, apabila sebaliknya, bahasa yang diperdengarkan salah atau tidak baik, maka perilaku mereka dalam berbahasa pun akan ikut salah atau tidak baik. Jadi, perlu adanya pembelajaran bahasa yang baik dan benar kepada si buah hati sejak kecil. 

Dalam perjalanan hidup rasanya percontohan alat komunikasi ini terjadi ketimpangan- ketimpangan, sehingga sarana dimaksud disampaikan secara mana suka kepada mereka. Misalnya dalam menyatakan "permen karet". Di sini ada yang menyebutkan bombon atau es. Yang menjadi masalah adalah saat kata-kata tersebut diungkapkan kepada si kecil, konsonan /k/ dan /r/ tidak diucapkan dengan semestinya tapi ditukar dengan konsonan /t/ dan /y/, sehingga ucapannya menjadi " bombon tayet".

Contoh lain yang lazim terjadi di dalam peradaban berbahasa saat menawarkan sesuatu benda kepada sang anak kecil adalah masalah makan dan minum. Manakala dia menangis atau merengek-rengek, sang ibunya atau salah seorang keluarga dekatnya menyatakan, "Napa..., mau mam asyik?" Atau "Mau mam weh? " 

Begitu juga ketika anak itu haus, dengan pola yang sama. Sang ibunya atau pengasuhnya itu segera menyatakan, "Sayaaang...., num yok!" Kata makan dilambangkan dengan mam, kata kue diistilahkan dengan weh, dan kata minum dijuluki dengan num saja. Bahkan, masih begitu banyak ungkapan-ungkapan lainnya yang berwujud kesalahan di dalam mencontohkan bahasa kepada sang regenerasi agama dan bangsa tersebut. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline