Lihat ke Halaman Asli

M. Suaizisiwa Sarumaha

Berakit-rakit dahulu. Aeru tebai aetu.

79 Tahun Indonesia Merdeka, di Mana Ruang Pembentukan Karakter?

Diperbarui: 15 Agustus 2024   14:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi penulis

79 tahun Indonesia merdeka: Dimana ruang Pembentukan Karakter?

Ruang publik merupakan ruang terbuka dalam memandang apa yang ada disekitarnya selain apa yang ditimbulkan atau apa yang terjadi di areal dan ruang publik tersebut. Ruang publik semakin kuat dan berkualitas ketika ruang lain yang dianggap sebagai pembentukan karakter telah benar-benar mendapatkan manfaat kahadirannya. 

Ruang itu tentu ruang kelas yang juga sengaja dibentuk oleh masyarakat yang akhirnya melembaga dan menjadi kebutuhan di era modernitas ini. Ruang tersebut adalah sekolah, selain ruang keluarga yang merupakan basicnya.

Sekolah dengan segala fungsinya sebagai ruang yang disengaja dibentuk oleh masyarakat bahkan akhirnya melembaga baik sekolah in-formal, sekolah non-formal dan sekolah formal dengan kemampuan interaksi antar warga sekolah tersebut yang melahirkan budaya organisasi yang harus dan patut ditaati oleh seluruh warga sekolah tersebut. Sekolah tentu tak asing lagi tujuannya sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang dengan tujuan untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Kata yang digunakan disini adalah cerdas bukan pintar. Pintar hanya untuk dirinya bahkan kadang seseorang saking pintarnya bisa ngakali sesuatu yang sulit dibikin mudah atau yang mudah dibikin sulit apalagi bila ngakali orang-orang yang kemampuan pengalamannya kurang. Dalam situasi kata pintar ini lebih sering yang pintar memanfaatkan kemampuan orang lain yang lemah.

Berbeda dengan cerdas. Cerdas, yaitu kemampuan seseorang yang bukan hanya knowladgenya saja akan tetapi sikap atau attitude seseorang ikut memengaruhi lingkungan sekitarnya. 

Cerdas artinya seseorang yang mampu memilah mana yang boleh dan mana yang tidak boleh, mana yang berkenan dan yang tidak berkenan, dan/atau mana yang baik dan mana yang tidak baik tanpa merugikan orang lain. Hal ini karena bersekolah itu untuk membentuk seseorang memiliki nilai religius, berakhlak mulia dan tentu untuk memiliki keterampilan hidup.

Jadi, pertanyaannya "dimana ruang pembentukan karakter tersebut? Bukan kah tujuan sekolah itu jelas bahkan diamanatkan dalam undang-undang dengan tujuan untuk ditaati dan diikutii oleh setiap warga masyarakatnya. Semua pegawai apalagi 'pejabat' pasti pernah dan telah mendapatkan pendidikan atau pernah sekolah bahkan di tempat yang katanya 'sekolah mewah' yang dibuktikan dengan telah memilikinya ijazah. 

Ijazah adalah bukti seseorang pernah sekolah bukan untuk gagah-gagahan atau untuk menakut-nakuti orang lain. Walau sebagian besar pikiran masyarakat bahwa ketika sudah sekolah maka akan menjadi pegawai. Situasi ini terjadi bahkan cenderung dipaksakan karena tuntutan kebutuhan. Pada akhirnya sekolah adalah untuk menjawab kebutuhan industri. Kebutuhan insudri itu adalah ketika seseorang melamar pekerjaan harus menyertai bukti berupa ijazah dengan kualifikasi yang diharapkan oleh penyedia lapangan kerja baik di lembaga pemerintah maupun non-pemerintah.

Berdasarkan persoalan di atas, disinilah sebenarnya peran sekolah yang awalnya untuk pembentukan karakter dan ketika seseorang telah keluar dari pintu gerbang sekolah maka perilaku itu turut memengaruhinya, yaitu ketika berhadapan dengan lingkungan yang berbeda dari situasi kelas di sekolah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline