Lihat ke Halaman Asli

MUI Diminta Anulir Fatwa Sesat Eden

Diperbarui: 28 Februari 2016   11:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 

Marzani Anwar

Maklumat Eden yang dikeluarkan di bulan Februari 2016 berisi permintaan kepada MUI untuk menganulir fatwa MUI Kep-768/MUI/XII/1997 tertanggal 22 Desember 1997 tentang ajaran eden yang sesat dan menyesatkan. Sementara Eden sendiri telah beberapa kali menegaskan penghapusan Islam. Dengan menghapus Islam berarti ia telah tidak Islam lagi. Telah punya agama sendiri, dan berhak mengatur agamanya sendiri. Kalau MUI menfatwakan “sesat dan menyesatkan” atas Eden, itu sama-mata untuk melindungi umat Islam. Buat apa lagi, Eden minta berurusan dengan MUI.

Menjawab permasalahan yang saya ajukan, tentang penegasan di kitab Suci Al Quran, Surat Al-Maidah ayat 3: Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu Nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Eden menyatakan bahwa ayat itu sebagai Deklarasi Tuhan bahwa telah tercukupkannya pewahyuan kepada Nabi Muhammad pada saat itu, telah lengkap seluruh Kewahyuan untuk Nabi Muhammad disampaikan Tuhan, sebagai tanda bahwa masa Kerasulan Nabi Muhammad telah hampir selesai.

Eden lupa, bahwa ayat-ayat Qur’an itu berlaku abadi, untuk sepanjang masa. Hanya untuk kasus tertentu, yang sifatnya temporal. Maka apakah tepat, kalau ayat di surah Al Maidah 3 itu ditafsir dengan seenaknya sendiri, seakan hanya berlaku pada saat Nabi Muhammad mengakhiri perjuangan dakwahnya. Ayat itu justru menjadi penegas keberadaan malaikat Jibril yang sesungguhnya, yang menyampaikan pesan penting dari Allah kepada Rasulullah SAW., Bukan malaikat yang datang tiba-tiba dan mewahyukan “penghapusan Islam”. Tapi yang dibawakan Muhammad, sebagai agama yang rahmatan lil alamin. Mengayomi umat manusia sampai akhir zaman. Maka menjadi pertanyaan besar, kalau kini ada orang yang mengaku-aku pendamping malaikat Jibril dan berkewenangan menghapus Islam.

Secara pribadi, saya tak menafikan kemungkinan Tuhan berwahyu kapanpun dan kepada siapapun, kepada hamba yang dipilihNya, mungkin berupa inspire atau bisikan suci dalam rangka memperbaiki umat manusia. Tapi bahasa Tuhan itu pastilah yang bisa diuji kebenarannya dan kesuciannya. Bukan pewahyuan yang menghamburkan kebohongan dibalik ungkapan-ungkapannya yang indah dan tampak menawan. Jadi tidak mudah untuk mengakui klaim kewahyuan yang diatasnamakan Tuhan.

Sudah terlalu banyak orang-orang yang mengaku mendapat wahyu dan seakan Tuhan menugaskan dirinya menjadi penyelemat dunia di akhir zaman. Tapi ujung-ujungnya hanya mengobral ramalan di sekitaran akan datangnya hari kiamat. Orientasi teologinya lebih pada bangunan egoisme kelompoknya. Tak peduli dengan persoalan kemanusiaan, persoalan kerusakan moral, dan tidak juga memahami persoalan keilahian dalam arti yang sebenar-benarnya.

Eden menegaskan bahwa wahyu yang diterimanya sejak awal hingga kini dan tak pernah bergeser, yakni perjuangan anti kemusyrikan dan menegakkan ketauhidan. Ternyata yang dimaksud dengan kemusyrikan itu adalah bangunan ilusinya sendiri tentang kepercayaan terhadap kekuasaan atau kekuatan Nyi Roro Kidul. Sementara bangsa Ini, sudah lama meninggalkan mitos seperti itu, kecuali untuk beberapa orang, dan itu juga bersifat kasual. Tapi Eden mendramatisir sedemikian rupa, seakan pemerintah yang berkuasa saat ini menggunakan kekuatan ratu laut selatan tersebut.

Eden dalam mengajak orang untuk mempercayai risalahnya tampak membutakan hatinya, terhadap kenyataan umat yang dihadapi. Setiap jiwa, yang hidup di dunia ini, terutama yang sudah mengaku Muslim, adalah mereka yang sudah bertauhid, dan telah anti kemusyrikan. Serendah apapun kadar keberimanan itu, mereka punya komitmen moral tentang ketauhidan tersebut. Namun Eden seakan menjadi pahlawan sendiri untuk mmeperjuangkan hal itu.
Eden dengan wahyu-wahyunya, mengkalim dirinya sebagai rasul yang didampingi malaikat Jibril. Ia menyetarakan diri dengan para Nabi dan Rasul Allah terdahulu. Tapi tidak mau melihat siapa yang dihadapi para Rasul tersebut ketika Nabi-nabi itu mulai dakwah. Mereka yang dihadapi adalah betul-betul kalangan penentang Allah. Seperti nabi Ibrahim, umatnya jelas kaum penyembah berhala; nabi Musa umatnya penyembah raja Fira’uan; nabi Isa umatnya jelas kaum penyembah matahari, dan nabi Muhammad dengan umatnya kaum Jahiliyah. Tapi “rasul Eden” ? , alangkah naifnya kalau menganggap umat yang sekarang ini adalah umat seburuk itu.

Apa yang terlihat di depan mata saya, ketika seseorang masuk Eden , melalui proses pensucian. Sejak prosesi itu terjadi, telah terjadi pembelokan aqidah yang luar biasa. Ia tinggalkan agama Islam. Semua ajaran Muhammad SAW harus ditinggalkan. Padahal, fondasi keberislaman itu adalah ketauhidan, dan pengakuan pada kerasulan Muhammad..

Pensucian yang hanya berlangsung dalam tempo semalam, telah membuat anti Islam. Ia langsung neninggalkan kewajiban shalat, dan tinggal menetap di rumah Eden. Sang isteri dan anak-anak yang sudah lama ia tinggalkan, justru diultimatum “kalau ingin selamat, agar mengikuti jejaknya, yakni tinggal di rumah eden dan ikut pensucian”. Hilangnya rasa kasih sayang kepada anak isteri dan orang tua justru ketika ia telah menjadi orang yang “sudah disucikan”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline