Lihat ke Halaman Asli

Maryati

Selalu optimis dan menebar kebaikan

Duka yang Berakhir Bahagia

Diperbarui: 21 Januari 2021   08:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Oleh Maryati
Perjuangan membina rumah tangga yang benar-benar dari modal  nol, modal cinta tanpa harta dan tanpa tahta. Tepat di bulan Januari 2000 hari pernikahanku. Pernikahan yang penuh liku, merantau hanya bawa uang secukupnya, tanpa pekerjaan dan tanpa siapa pun yang di tuju. Perjalanan dimulai dari pesta pernikahan dan memiliki dua pasang momongan.

Inilah kisahku teman-taman, silakan disimak ya! Berawal dari pesta pernikahan tanggal 30-01-2000 banyak peristiwa yangku hadapi. Di mulai dari calon suamiku kena tilang polisi gara-gara sang sopir kebut-kebutan dan adanya kericuhan saat kedatangan tamu mempelai pria. Informasi yang di terima tidak sesuai dengan kenyataan, jumlah tamu yang akan datang berjumlah tiga orang saja namun kenyataannya jadi 4 mobil yang datang. Namun dibalik peristiwa itu, banyak juga kejadian yang mengundang banyak "Tawa."

Begini ceritanya "Sang MC telah membacakan susunan acaranya dan dia pun telah mengumumkan kalau calon pengantin pria sudah datang". Rombongannya berada tepat di Jalan utama mau masuk ke Gang tempat acara di mana umbul-umbul itu berada. 

Namun, setelah ditunggu hingga setengah jam rombongan itu tidak kunjung datang padahal cuma 5 menit jarak tempuhnya. Ternyata, rombongan tersebut adalah tamu pernikahan anaknya guru mengajiku, yang kebetulan bersamaan jamnya. Spontan saja para penyambut tamu yang sudah berpasangan pada tertawa atas kejadian itu.

Setelah tiga bulan menikah, akhirnya kami berdua merantau lagi ke Batam. Di mana ada momen terindah  6 bulan yang lalu, telah mempertemukan kami di Kota teh obeng ini untuk berjodoh. Kembali dengan tujuan memulai hidup baru dengan harapan baru dengan modal ijazah dan uang untuk makan kami cukup sebulan. Merantau tanpa ada perusahaan yang di tuju, saudara yang dituju atau teman yang di tuju.
 
Lahir anak pertama
Kesedihan berlanjut, ketika aku mau melahirkan anak pertama dan harus di operasi Caesar. Uang tidak cukup untuk biaya operasi,  dan kami pun tidak mau menceritakan kesedihan ini kepada siapa pun terutama pada orang tua di kampung. Teman-teman kerja pun tidak ada yang tahu kalau aku ke Batam lagi. Tapi kami sedikit pun tidak menyangka bahwa pertolongan Allah SWT begitu nyata. Perusahaan tempat suamiku bekerja, memberikan pinjaman uang untuk biaya operasi dengan sistim potong gaji/bulan.

Selain memberikan pinjaman uang, pinjaman mobil untuk transportasi pun mereka berikan secara gratis. Ada lagi yang gak masuk diakal, suamiku diperbolehkan untuk ambil cuti selama masa persalinanku yaitu 40 hari tanpa  dipotong gaji. Padahal secara logika, suamiku bekerja di perusahaan itu baru 2 bulan. Bulan-bulan sebelumnya hanya aku saja yang bekerja, itupun uang gaji hanya cukup untuk bayarin sisa kontrakan yang sudah menumpuk. Lagi pula selama itu juga suamiku tidak pernah di terima kerja.
 
Lahir anak kedua
Anak kedua lahir, aku kembali dilanda derita. Tiga hari sepulang dari RS yang tanpa operasi,  aku mengalami kelumpuhan total. Sekujur tubuhku kaku tidak dapat digerakkan, hanya kepala dan tangan yang bisa digerakkan.

Sepertinya Allah SWT,  betul-betul menguji kesabaran kami terutama kesabaran suamiku.  Dia harus mengurus aku yang lumpuh, bayi yang baru lahir dan anakku yang pertama. Semua dia lakukan sendiri tanpa bantuan siapa pun. Alhamdulillah setelah masa 40 hari dan suamiku mulai masuk kerja, aku kembali bisa bangun dan bisa duduk. Jadi aku sudah bisa mengesot saat mau mengunci pintu rumah.

Lahir anak ketiga
Anak ketiga lahir, berjenis kelamin laki-laki. Sebelumnya anak perempuan dua-duanya. Awal dari sebuah pencapaian yang di cita-citakan. Ingin anak laki-laki telah dikabulkan oleh sang pencipta. Jabatan yang dulu aku harapkan pun terlaksana yaitu suamiku menjadi seorang pimpinan perusahaan.

Jabatan telah diraih oleh suamiku, namun cobaan pun masih datang menghadang. Gara-gara ada seseorang yang suka cari muka dan suka memfitnah suamiku, gaji dengan jabatan yang baru tidak pernah cair. Setelah di cari tahu apa penyebabnya, setahun kemudian barulah gaji diterima sesuai jabatan. Kami pun mulai punya rumah sendiri walau dengan cara mencicil ke Bank.

Lahir anak keempat
Setelah lahir anak keempat, barulah kami rasakan apa yang selama ini kami harapkan. Sang pengiri kini telah tiada, alhamdulillah cobaan pun hampir tidak ada, rumah cicilan atau apapun yang berurusan dengan Bank sudah lunas semuanya. Anak pertama sudah mulai kuliah dan sudah bisa cari uang sendiri walau hanya jadi guru honorer dan guru TPA.
Namun hanya ada satu kesedihan yang melanda, di kala aku benar-benar sukses orang yang aku cintai yaitu kedua orang tuaku dan mertua sudah tiada.

Sukses bukan artian sudah punya segalanya, atau harta kekayaan yang berlimpah. Akan tetapi, apa yang aku harapkan dalam tujuan membina rumah tangga telah tercapai. Di antaranya yaitu tidak mengeluhkan kesedihan sejak dimulainya kehidupan rumah tangga, kehidupan sekarang jauh lebih baik dari dulu saat menikah, tidak tergoda oleh iming-iming atau sogokkan, berhasil untuk saling mengingatkan hal kebaikan dan selalu mengajak kebaikan untuk suami kepada bawahannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline