Lihat ke Halaman Asli

Buku Itu Mengingatkanku untuk Tidak Menyuap Anak

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Aku punya 3 putri. Yang menarik adalah anak kedua kami. Dia punya banyak kelebihan disamping ada juga kekurangannya. Tentu saja semua anak juga seperti itu. Diantara kelebihan yang dia miliki adalah cerdas. Sekali mendengar guru, dia akan ingat terus. Daya ingatnya memang luar biasa. Dia hanya butuh belajar yang tidak terlalu lama untuk mendapatkan nilai bagus.

Bukan itu yang ingin saya ceritakan di sini. Tapikecerdasan di bidang lain. Yaitu empati terhadap kesibukan dan kesulitan orang tua. Sejak Mbak T menikah, kami kesulitan untuk mempunyai pembantu rumah tangga/asisten rumah tangga (ART) yang bisa menginap. Sebelumnya, Mbak T ikut kami jadi ART kami sejak dia lulus SMP sampai dia menikah. Seperti ART yang lain diapun tinggal bersama kami.Setelah menikah dia hanya datang ketika kami ada acara besar, kami panggil untuk membantu.. Sampai sekarang kami belum punya penggantinya.  Pernah, belum lama ini , ada yang mau menginap tapi orangnya sudah tua umur sekitar  55 tahun,  beliaunya juga tidak kerasan kalau harus dirumah terus, ya cuma bertahan sebentar. Hampir semua ART ingin datang pagi pulang siang, soalnya mereka juga punya keluarga di rumah. Ya sudah akhirnya kami ikuti, dari pada tidak ada yang membantu. Maka urusan mecuci pakaian dan setrika menjadi urusan asisten itu,sementara yang lain menjadi tugasku. Tapi aku ambil positifnya dari hal ini, yaitu paling tidak, dengan tidak adanya asisten yang full time, bisa mengajak anak untuk ikutbelajar mandiri. Dulu ketika Mbak Tmasih dirumahku bisa dibilang anakku selalu main suruh. Meskipun sejak kelas 2aku minta mereka mencuci piring dan gelas yang dipakai sendiri. Namun ini dilakukan anak-anakku kalau sedang mau saja. Kalau pas malas, ya tidak akan. Dan banyak malasnya.

Tapi anakku yang kedua ini memang paling rajin dalam hal membantu orang tua. Kalau sedang rajin, suka mencuci piring, kadang bukan piringnya ikut dicuci juga.Dan yang paling menyenangkan dia adalah menata dan membersihkan rumah. Dari menata meja yang berantakan, menata barang-barang mainan, dan barang yang tidak ditempatnya lalu disapunya ruangan yang telah ditata rapi.Kadang-kadang, tanpa saya suruh tiba-tiba dia lapor, lihat halamannya sudah aku sapu, bersihkan? Baguskan?

Betapa senang dan bangganya aku, dia punya empati terhadap banyaknya pekerjaan orang tuanya. Setiap kali habis membantu, aku bilang, kamu betul-betul anak yang manis, yang pintar, Ummi (anak-anak memanggil aku Ummi) bangga dengan kamu. Dan banyak kata-kata pujian untuknya. Dan aku tidak memberi hadiah berupa materi.

Namun kali ini aku salah. Ini terjadi karena beberapa hari dia sulit /malas sekali makan. Aku rayu apapun tidak mempan maka aku ‘suap’ kalau mau makan dan habis aku kasih uang untuk dia dan adikknya.(Anak pertama ada di Yogya sekolah SMP).Dia jadi semangat makan, juga adiknya. Setelah itu dia membersihkan dan menata ruang keluarga dan menyapu. Habis itu dia bilang:”Lihat, ruangan telah rapi”. Wow karena merasa terbantu sekali aku bilang: “ Kalau begitu Ummi mau ngasih kamu hadiah, untuk kamu, besok bantu Ummi lagi ya? Besok juga Ummi kasih uang. Sekalian tadi kan makannya habis dan Ummi belum ngasih uang”

Tanpa dinyana dia menjawab: “Oo, itu tidak perlu” katanya dengan nada ceria khas anak.Kataku lagi:”Ummi sudah janji kok”. Dia jawab: “Tidak perlu, Mii, kan sudah jadi kewajiban anak untuk membantu orangtuanya. Kasihan Ummi, nanti uang Ummi habis..”Ya Allah, anakku ini sungguh bersikap dewasa. Aku tidak menyangka dia bisa berkata seperti itu. Alhamdulillah...

Tidak lamasetelah itu melihat salah satu buku yang habis dia beresin, buku yang pernah lama menghuni tasku, tapi belum semuanya dibaca. Dan sekarang buku itu tiba-tiba ada dimeja yang habis ditata rapi. Buku itu berjudul. 20 Kesalahan Dalam Mendidik Anak, karya Muhammad Rasyid Dimas. Aku buka sekenanya, eh kok pas judul: Terlalu Obral Janji dengan Selalu Mengatakan, “Bila Kamu Melakukan Ini, Kami Akan Menghadiahi Ini” halaman 55.

Penulis buku itu mengatakan :

..Tidakapa-apa memberikan motivasi pada anak untuk melakukan tugas sukarela yang memang tidak dipaksakan pelaksanaannya..... Di saat anak berhasil melakukannya tidak ada larangan bagi orang tua untuk memberikan kata-kata manis, sanjungan.dsb....

Tidak selayaknya anak mendapatkan hadiah atas pekerjaanya yang dilakukan berulang-ulang. Hal ini karena hadiah tersebut hanya akan menjadikannyaanak yang materialis dan pragmatis. Dia tidak akan melakukan sesuatu bila dia tidak mendapatkan hadiah atau ganjaran atasnya.Selanjutnya Penulis buku itu menuliskan: Seorang anak hendaknya tidak mendapatkan hadiah atas pekerjaan yang sudah menjadi kewajibannya, khususnya bila pekerjaan itu memang sudah menjadai tanggung jawabnya, bla-bla bla..... Sayang bila orang tua sering mengobral janji bla.. bla.. bla

Wah aku jadi sadar apa yang telah aku lakukan salah dan untung sekali anakku sangat dewasa dalam hal ini. Bukannya menuntut tapi malah mengingatkan aku. Memang aku beberapa kali pernah dengar tentang hal ini ketika ada ceramah tentang pendidikkan anak. Tapi aku tiba-tiba tergoda karena kasihan melihat dia capai.

Alhamdulillah, buku dan anakku itu telah mengingatkan aku untuk mendidik dengan benar.. Tidak semuanya harus diberi hadiah.. Apalagi suap agar anak melakukan suatu pekerjaan..

Buku yang bermanfaat, alangkah baiknya kita memilikinya untuk selalu dibaca..

Salam hormat,

Maryam Almaosy

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline