Lihat ke Halaman Asli

Marisa Dwi Kusuma Wardani

Public Relation || Mantan Jurnalis

Lomba Dongeng Masa Kini, Masihkah Diminati?

Diperbarui: 6 November 2024   14:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa waktu lalu, saya tertarik mengikuti sebuah lomba dongeng yang diadakan oleh DPMPTSP Provinsi DKI Jakarta. Pada laman instagramnya @layananjakarta tertera total rupiah yang akan diberikan kepada pemenang. "Wow, juara tiga saja sampai dua digit?!" Sontak mata saya berbinar melihat angkanya. "Dongeng? Zaman sekarang? Kek mana bentuknya mendongeng itu?", batinku yang terlalu meremehkan sebuah dongeng.

Saya pun mengikuti lomba tersebut, bahkan hingga mengirimkan dua materi judul yakni "Dira Si Ikan Mungil" dan "Ita dan Sepeda Baru Kak Dito". Sayangnya, aku bukan seorang yang percaya diri untuk tampil depan layar kaca atau pun panggung. Saya memanfaatkan Canva, sebuah platform desain grafis online yang memungkinkan pengguna untuk membuat berbagai macam konten visual, seperti poster, presentasi, infografik, undangan, media sosial, dan banyak lagi, dengan mudah dan cepat. Saya gabungkan semuanya, edit melalui Capcut. Masukan voice over dan audio, menyesuaikan suasananya.

Terlalu meremehkan gaya authentic sebuah nilai dongeng, saya pun gagal lolos ke dalam 10 besar finalis. Tidak apa. Toh, saya ikut lomba tersebut karena saya anggap semuanya adalah sebuah proses pembelajaran. Tapi saya tetap penasaran dengan konstestan yang lolos ke dalam 10 final. Dari 88 peserta, mengapa mereka yang lolos? Setelah saya kepoin satu per satu, ternyata ada benang merah yang menurut saya, materi dongeng mereka punya nilai tersendiri. Sebuah karya yang perlu dijaga keasliannya serta dikemas dengan seni yang unik dan menyenangkan.

Lomba dongeng di masa kini bukan sekadar ajang kompetisi, melainkan ruang pelestarian budaya dan alat pengasah kreativitas anak dan dewasa. Di tengah arus modernisasi yang cenderung memperkenalkan teknologi sebagai hiburan utama, dongeng tetap memiliki peran istimewa dalam menghubungkan nilai-nilai lama dengan kehidupan sekarang. 

Dengan mengikuti lomba dongeng, generasi muda dapat memahami dan menghidupkan kembali kisah-kisah yang sarat nilai moral, petualangan, dan kebijaksanaan. Di sisi lain, lomba ini juga menjadi medium bagi peserta untuk mengembangkan kemampuan literasi, berbicara di depan umum, dan empati.

Pengertian Dongeng dan Indikatornya

Secara umum, dongeng adalah cerita yang dikisahkan secara lisan atau tertulis yang berisi pesan moral atau pelajaran hidup, sering kali disertai unsur fantasi dan tokoh-tokoh yang tidak realistis. 

Dongeng berasal dari tradisi lisan, yang telah diwariskan turun-temurun. Cerita dongeng umumnya berakar pada kebudayaan setempat dan kerap kali disampaikan secara lisan oleh para pendongeng, yang kemudian berkembang menjadi cerita tertulis. Contoh klasik dongeng adalah kisah Malin Kundang, Bawang Merah Bawang Putih, atau Si Kancil yang merupakan kisah populer dalam masyarakat Indonesia.

Dari sekian yang saya pahami dan perhatikan, sebuah dongeng dapat dikenali karena:

1. Tokoh dengan Karakter Stereotip
Tokoh-tokoh dalam dongeng sering kali memiliki karakter yang sudah jelas, seperti si baik dan si jahat, si cerdik dan si bodoh, atau si pemberani dan si penakut. Sifat-sifat ini membantu audiens, terutama anak-anak, untuk memahami pesan moral secara langsung.

2. Tema dan Latar Cerita yang Sederhana namun Bermakna 
Cerita dalam dongeng sering kali sederhana dan mudah dipahami, tetapi kaya akan makna. Temanya bisa berkisar dari persahabatan, kerja keras, hingga kebaikan hati yang membawa keberuntungan. Latar cerita juga umumnya sederhana, seperti di hutan, desa, atau kerajaan, yang memberi kesan klasik dan tak lekang oleh waktu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline