Fenomena Generasi Z (Gen Z) yang sangat dekat dengan media sosial tentu memberi pengaruh pada kehidupan mereka. Diibaratkan mereka hidup dalam dunia yang selalu terhubung. Hal ini memungkinkan mereka untuk mengikuti tren dan kegiatan di dunia maya. Namun, ada sisi lain dari keterhubungan ini, yaitu fenomena FOMO (Fear of Missing Out), atau rasa takut ketinggalan sesuatu yang penting atau menyenangkan. Fenomena ini cukup memberikan kekhawatiran pada sebagian kalangan, misal orang tua.
Menurut salah satu dosen Komunikasi di Universitas Andalas, Gen Z yang tumbuh bersama perkembangan media sosial. Sering kali merasa tertekan untuk terus mengikuti tren dan perkembangan terkini yang terlihat di media. Berita, cerita, dan konten dari teman atau selebriti menciptakan tekanan tersendiri untuk selalu berada dalam lingkaran informasi. Jika tidak, mereka merasa tertinggal dan terisolasi, memicu FOMO (kumparan.com, 12/9/24).
Fakta ini akhirnya menjebak para gen Z pada lingkaran kehidupan materialistik. Bahkan rela melakukan berbagai cara untuk memenuhi gaya hidup. Dampaknya tentu tidak main-main. Mulai maraknya gen Z yang terjebak pinjaman online ataupun judi online. Terkadang juga tindakan meresahkan dan menekan orang tua agar memenuhi gaya hidupnya, ataupun yang lain. Tentu hal ini patut membuat kita khawatir.
Gen Z yang notabene bagian Generasi adalah penerus berjalannya sebuah Bangsa. Nasib bangsa ke depan bisa kita lihat dari kualitas generasinya. Jika generasi hanya terjebak pada kehidupan materialistik maka mereka akan semakin acuh pada nasib bangsa. Orientasi hanya akan berpusat pada untung rugi, apalagi jika itu hanya berkaitan dengan FOMO semata. Selain itu ini menandakan bahwa kondisi generasi kita memang sedang tidak baik-baik saja.
Kehidupan kapitalisme yang serba materi dan bebas menjadikan generasi tidak segan menghalalkan berbagai cara, bahkan melakukan tindak yang merugikan dirinya dan orang di sekitarnya demi memuaskan kepentingan semata. Semua ini terjadi karena kondisi pemuda yang karakternya suka membebek. Dimana kehidupan mereka tidak bisa dipisahkan dari media sosial diarahkan untuk mengikuti karakter-karakter dan aktivitas yang tidak seharusnya diikuti. Hal tersebut dicontohkan melalui tren di media sosial dan gambaran langsung di kehidupan. Mereka kehilangan sosok teladan yang ideal. Di tambah Islam yang di jauhkan dari cara pandang dan aturan dalam kehidupan, hanya diambil sisi spiritualitasnya saja. Membuat para generasi tidak segan bertindak tanpa batasan demi kepuasan dan kebahagiaan. Semua itu dibentuk dan diaruskan sistem kapitalisme. Potret rusaknya generasi yang kian hari kian mengkhawatirkan merupakan bukti lemahnya negara dalam mewujudkan sistem yang dapat melindungi rakyatnya, termasuk generasi muda.
Tak hanya itu, budaya-budaya Barat juga sangat gencar merasuk dalam gaya hidup generasi muda. Maka yang muncul adalah generasi muda yang materialistik, emosian, serba bebas, apatis, apolitis, pragmatis dan sekuler (memisahkan agama dari kehidupan).
Maka sudah saatnya para generasi menyadari perannya. Semua elemen harus berusaha mengembalikan idealismenya sebagai agen perubah. Namun, hal ini seolah jadi sesuatu yang mustahil selama sistem kapitalisme liberal masih mencengkeram.
Maka, kita butuh sistem Islam, yang mampu mencetak generasi penerus bangsa yang cemerlang. Generasi cemerlang itu hanya akan terlahir dari sistem yang cemerlang pula. Karena Islam adalah sistem yang diturunkan oleh Allah telah begitu sempurna mengatur kehidupan. Mulai dari sistem pergaulan, sistem pendidikan, sistem ekonomi, sistem hukum, sampai sistem politik dan pemerintahan, semuanya ada di dalam Islam.
Islam benar-benar menjaga akal, akidah dan kehormatan hingga tidak boleh sedikitpun sesuatu yang berpotensi menimbulkan kejahatan mendekat dalam tubuh umat sebab khalifah akan cepat-cepat membasminya dengan kekuatan syariat.
Sehingga kita temui kala itu generasi islam tumbuh menjadi generasi unggulan yang berhasil mengukir prestasi yang tak tertandingi pada masanya dan mereka telah mewariskan banyak sekali kitab-kitab yang menjadi rujukan umat hari ini sebut saja seperti imam syafi'i yang hafal Al Qur'an sejak usia belia Muhammad Al Fatih sang legendaris penakluk benteng konstatinopel Sahaluddin Al Ayyubi pembebas Yerussalem belum lagi ilmuwan-ilmuwan muslim.