Lihat ke Halaman Asli

Marvelin Ang

Mahasiswa ilmu komunikasi

Fashion Androgini: The Genderless Fashion

Diperbarui: 22 Maret 2021   09:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar 1. Fashion 

Apakah teman-teman pernah dengar mengenai popular culture atau budaya pop? Budaya populer adalah budaya yang disukai secara luas atau disukai banyak orang (Storey, 2015, h. 5).  

Gaya berpakaian atau yang kita kenal dengan fashion merupakan salah satu contoh dari budaya populer. Belakangan ini, fashion yang menjadi trend di kalangan masyarakat khususnya remaja perempuan adalah fashion ala Korea Selatan. Gaya berpakaian menjadi trend yang terus berputar, baik di dunia global maupun di Indonesia. 

Tahukah teman-teman kalau gaya berpakaian merupakan salah satu bentuk komunikasi? Ya, gaya berpakaian termasuk ke dalam komunikasi non-verbal. 

Komunikasi non-verbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk tanpa kata-kata (Kusumawati, 2015). Bagaimana cara seseorang berpakaian, mulai dari warna, pakaian seperti apa yang digunakan, hingga merk apa yang digunakan tentu saja menyampaikan suatu pesan untuk orang lain. Oleh karena itu, fashion termasuk ke dalam bentuk komunikasi non-verbal. 

Cara berpakaian seseorang menentukan identitas yang dibawa. Maksudnya adalah melalui cara berpakaian, orang bisa mengetahui jenis kelamin dari orang tersebut. 

Oleh karena itu ada perbedaan antara fashion laki-laki dan perempuan. Biasanya fashion laki-laki cenderung menampilkan kesan maskulin dan sebaliknya fashion perempuan menampilkan kesan feminim. 

Contohnya adalah penggunaan rok. Penggunaan rok biasanya melekat dengan identitas sebagai perempuan, sedangkan laki-laki biasanya menggunakan celana. Sehingga ketika ada laki-laki yang menggunakan rok, maka akan menimbulkan pertanyaan dan kebingungan untuk orang-orang di sekitarnya. Selain itu, identitas yang dimaksud juga dapat berupa status sosial seorang individu. 

Ketika ada seseorang yang menggunakan pakaian dari merk kelas atas, maka akan muncul penilaian bahwa orang tersebut berasal dari keluarga kaya. Sebaliknya, jika pakaian yang digunakan adalah pakaian yang kotor dan compang-camping maka akan muncul penilaian bahwa orang ini mungkin adalah pengemis yang memiliki kesulitan ekonomi. 

Perbedaan perlakuan yang dilakukan ini merupakan bentuk dari politik identitas. Dengan identitas 'orang kaya' seseorang akan diagung-agungkan dan akan lebih mudah untuk diterima di lingkungannya. 

Berbeda dengan orang yang memiliki identitas 'orang miskin', mereka akan lebih sulit untuk diterima di lingkungan bahkan tidak jarang mereka ditindas oleh orang disekitarnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline