Lihat ke Halaman Asli

Kencang Lantang

Rakyat Kecil

Langkah Mundur Penerapan Kembali UN

Diperbarui: 11 November 2024   15:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Ujian Nasional (KOMPAS IMAGES/ANDREAN KRISTIANTO)


Roh Ujian Nasional (UN) bangkit lagi dan menggeliat di pikiran dan hati insan-insan pendidikan di Tanah Air sejak Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti menggantikan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim. Tak lama setelah dilantik, Mendikdasmen mengeluarkan pernyataan akan melakukan kajian terhadap beberapa kebijakan pendidikan di era pendahulunya, termasuk memberlakukan kembali UN.

Sebelum Abdul Mu'ti resmi menjabat Mendikdasmen, Wakil Presiden RI Ke-10 dan 12 Jusuf Kalla mengkritik dengan sangat keras Menteri Nadiem sebagai orang yang tidak mengerti pendidikan karena bukan berlatar belakang pendidikan. 

Satu sasaran kritik tersebut mengenai UN yang dihapuskan Nadiem. Menurut Kalla, dirinya orang konservatif yang baru belajar kalau akan menghadapi ujian. "Kalau tidak ada ujiannya, kapan belajarnya?" katanya pada sebuah diskusi terpumpun awal September lalu.

Pernyataan Kalla yang viral di media sosial dan arus utama, diakui atau tidak, turut menggiring opini publik terhadap UN. Berbagai elemen masyarakat mulai membahas kembali UN, entah dalam diskusi serius atau hanya berceloteh di media sosial. 

Temu Pendidik Nusantara (TPN) XI 2024 awal bulan ini secara khusus membahas UN. Mereka mengatakan UN diperlukan sebagai standar pendidikan yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Sayangnya, mereka tidak membahas efek negatif UN.

Sumber: Tempo.co

Mengapa UN Dihapus?

Benar bahwa harus ada standar pendidikan nasional yang jelas dan terukur. Bahkan seharusnya sudah ada cetak biru (blue print) pendidikan nasional yang paten sehingga tidak terjadi ganti menteri ganti kurikulum. Dengan cetak biru, setiap menteri memiliki arah yang jelas untuk menyempurnakan kurikulum atau sistem pendidikan terus-menerus dan berkesinambungan. Memberlakukan UN yang sudah dihapus menunjukkan sistem pendidikan kita tidak punya arah yang jelas. 

Sebagai informasi, UN dihapus oleh Nadiem Makarim tahun 2021 saat Pandemi Covid-19 melanda seluruh dunia. Saat itu, proses pembelajaran di seluruh Tanah Air terganggu. Semua sekolah ditutup. Murid-murid harus belajar di atau dari rumah menggunakan aplikasi konferensi. Itu kalau ada jaringan internet. Di daerah terpencil dengan akses internet buruk, pembelajaran praktis berhenti. Dampaknya kualitas pendidikan kita mundur 2-3 tahun. Terjadinya generasi yang hilang (lost generation) tidak bisa dihindarkan. 

Akan tetapi, Covid-19 sebenarnya hanya momentum yang menguatkan Nadiem Makarim yakin menghentikan UN. Masalah ini sudah menjadi perdebatan panjang dan lama di kalangan murid, orang tua, dan pelaku pendidikan di Indonesia. Maka, ketika UN atau sejenisnya dihapus, semua orang, termasuk PGRI yang kini menginginkan UN kembali, merasakan adanya angin segar dalam dunia pendidikan nasional. Tiadanya UN akan mendorong hadirnya pendidikan yang berkeadilan bagi semua murid.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline