Lihat ke Halaman Asli

Mengapa Natal Harus Dirayakan Tanggal 25 Desember?

Diperbarui: 27 Oktober 2024   09:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ChatGPT

Begitu masuk bulan Desember, perayaan Natal sudah bergema di mana-mana, khususnya daerah-daerah yang penduduknya lumayan menganut kristiani? Alasan mereka sangat sederhana. Kelahiran Yesus sudah terjadi 2000 tahun lalu sehingga tidak perlu lagi menunggu momentum tanggal 25. Karena hanya dimaksudkan untuk memperingati dan merayakan peristiwa kelahiran Yesus, maka bolehlah dirayakan sebelum waktunya. Pertanyaannya adalah sesederhana itukah memaknai peristiwa dan perayaan Natal?

Tidak ada literatur yang menyebutkan tanggal kelahiran Yesus. Informasi dalam Kitab Suci, sebagai referensi utama, hanya menjelaskan bahwa Ia lahir pada zaman Raja Herodes memerintah di Yudea (Mat. 2:1) dan ketika Kaisar Agustus mengeluarkan sensus penduduk di seluruh wilayah kekaisaran Romawi (bdk. Luk 2:1). Bahkan di tahun-tahun awal kekristenan, hanya ada satu hari raya utama yaitu Paskah atau Hari Kebangkitan Yesus. Baru pada abad ke-4, Gereja memutuskan adanya perayaan kelahiran Yesus atau Natal.

Mengapa tanggal 25 Desember? Tanggal 25 Desember kemudian ditetapkan dengan mempertimbangkan dua hal. Pertama, tanggal tersebut tepat 9 bulan sejak Malaikat Gabriel menyatakan rencana Allah kepada Maria untuk mengandung Yesus. Untuk diketahui, Gereja merayakan Hari Raya Kabar Suka Cita setiap 25 Maret. Kedua, tradisi pagan yang memperingati hari itu sebagai Hari Matahari. Gereja, seperti biasa yang selalu inkulturatif, mengambil tradisi lokal tersebut dengan menonjolkan Yesus sebagai matahari sejati.

Melihat latar belakang tersebut, dapat dikatakan bahwa merayakan Natal bukan sekadar memeriahkan dengan gembira hari kelahiran Yesus. Bukan dengan ornamen musim dingin seperti salju, pohon cemara, kereta salju, dan sebagainya. Jika memang hanya memperingati saja atau mengenang peristiwa yang dulu pernah terjadi, Natal tak lebih dari hura-hura, pesta pora, makanan istimewa, pakaian baru, dan liburan, Natal akhirnya tidak hadir secara nyata. Padahal, ada makna lebih dalam yang perlu dihayati oleh umat.

Peristiwa Iman

Natal adalah peristiwa iman. Tentu saja penghayatan iman terjadi dalam konteks sehingga lebih berdaya guna membangun kesejahteraan rohani umat beriman. Natal dirayakan dalam lingkaran tahun liturgi yang menggambarkan perjalanan manusia bersama Kristus, dari lahir hingga berjaya sebagai raja alam semesta. Untuk menyambut momentum Natal, sejak abad ke-5, orang Kristen melakukan persiapan, yang disebut Adven, dari Bahasa Latin, adventus, artinya kedatangan. Ada empat hari Minggu sebagai masa penantian.

Ada dua makna penting penantian pada masa Adven, yaitu jangka panjang dan jangka pendek. Jangka panjang berkaitan dengan penantian akan kedatangan Yesus untuk kedua kalinya di masa yang akan datang. Ini bermakna eskatologis yang sampai sekarang masih sebuah misteri iman yang diyakini saatnya akan datang sehingga umat manusia perlu terus berjaga-jaga seperti gadis yang bijak menantikan pengantin datang. Sedangkan jangka pendek berkaitan dengan peristiwa inkarnasi atau kelahiran Yesus.

Adven dan Natal tentu saling berkaitan erat, namun tidak campur-aduk. Adven adalah masa persiapan jiwa dan raga untuk menyambut Natal. Seperti seorang pasangan suami-istri yang menantikan kelahiran buah hatinya. Oleh karena itu, merayakan Natal di masa Adven bukan malah menebalkan penghayatan akan makna keduanya, melainkan justru memudarkannya. Dapat dipastikan, alasan orang merayakan Natal sebelum tanggal 25 Desember bukan berhubungan dengan yang Ilahi, melainkan manusiawi belaka.

Natal adalah inkarnasi Allah 'Yang Tak Dapat Dipahami dan Tak Terselami Akal Budi'. Ia hadir dalam diri manusia agar manusia yang penuh dengan keterbatasan itu bisa mengenal Allah dengan segala atribut-Nya. Teolog John Henry Newman mengatakan, kedatangan Yesus, entah yang pertama atau yang kedua, merupakan wujud kasih Allah kepada manusia setelah dirusak oleh bencana dosa asal yang mengerikan. Karena itu, seluruh umat perlu sungguh-sungguh mempersiapkan diri, baik secara jasmani maupun rohani.

Natal bukan semata-mata mengenang kelahiran Yesus, melainkan juga mempersiapkan kebangkitan dan kehidupan kekal manusiawi kita. Santo Agustinus mengatakan, 'kecuali Yesus dilahirkan sebagai manusia, kita tidak akan pernah mencapai kelahiran kembali yang Ilahi; Dia dilahirkan agar kita dapat dilahirkan kembali. Ibunya melahirkan Dia di dalam rahimnya; marilah kita menyimpan-Nya di dalam hati kita. Jiwa kita harus berbuah bersama Tuhan.' Manusia perlu melatih kerendahhatian di hadapan Tuhan Allah.

Jelaslah bahwa Natal jauh lebih bermakna dirayakan dalam penghayatan batin daripada pesta dan aneka kegiatan yang meriah. Lebih baik umat mempersiapkan diri dengan laku tapa dan tobat agar pantas menerima kehadiran Kristus daripada jatuh dalam eforia perayaan Natal yang didorong selera duniawi belaka yang membuat tidak lagi sabar menunggu hingga tanggal 25 Desember. Gereja sudah menyediakan empat pekan untuk mempersiapkan diri demi makna Natal sebagai peristiwa iman. Selamat Natal 2023!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline