Lihat ke Halaman Asli

Komet van Ness Juga Terpecah-Belah

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Hannah Blyth sepintas hanyalah remaja tanggung berusia 18 tahun dari Cardiff (Inggris) yang sama dengan anak-anak muda seusianya : ceria, jerawatan, gemar berdandan, hafal mantra-mantra sihirnya Harry Potter dan turut menggilai Justin Bieber. Yang sedikit membedakannya, Hannah demikian jatuh cinta kepada dunia langit, kepada bintang-bintang dan titik-titik cahaya yang gemerlap di atas sana. Pergumulannya bahkan tak tanggung-tanggung, di musim panas ini ia mengajukan permohonan untuk bergabung dengan tim astronom amatir Remanzacco. Jangan salah, meski bertajuk astronom amatir, didalamnya ada kampiun seperti Giovanni Sostero dan Ernesto Guido, yang amat besar sumbangannya terhadap perkembangan pengetahuan kontemporer khususnya astronomi asteroid dan komet.

Meski tinggal di Eropa, tim Remanzacco berkesempatan memanfaatkan berbagai instrumen astronomi modern yang berpangkalan di darat pada berbagai penjuru, salah satunya teleskop robotik Haleakala-Faulkes North yang berada di Hawaii (AS). Tugas pengamatan dengan teleskop ini dibebankan kepada Hannah, yang memilih untuk mengamati komet periodik van Ness. Komet van Ness, atau lengkapnya adalah komet 213/P van Ness, ditemukan oleh M.E. van Ness dalam pengamatan di observatorium Lowell, Arizona (AS). Komet ini mengorbit Matahari sekali dalam 6,34 tahun dengan perihelion 2,1 SA dan aphelion 4,7 SA serta inklinasi orbit 10,24 derajat. Dengan kata lain, komet ini beredar di antara orbit Mars dan Jupiter tanpa bersinggungan sama sekali dengan orbit kedua planet tersebut.

[caption id="attachment_139734" align="alignleft" width="583" caption="Komet van Ness seperti diabadikan pada 9 Agustus 2011. Nampak bagian utama komet dan kepingan kecilnya (fragmen b). Inzet : fragmen b yang diperbesar. Sumber : Remanzacco Observatory, 2011"][/caption]

5 Agustus 2011, Hannah masih menjalankan tugasnya tatkala layar komputernya menampilkan citra komet van Ness terbaru yang sepintas nampak serupa dengan citra-citra yang telah diambil beberapa waktu sebelumnya. Namun mata tajamnya melihat ada yang tak biasa. Bergegas ia menghubungi Sostero dan Guido, memintanya menganalisis citra yang tak biasa itu. Dan akhirnya, tim Remanzacco pun melansir berita: komet van Ness telah pecah. Pecahan tersebut amat kecil dan amat redup dibandingkan induknya, namun masih memperlihatkan sifat-sifat komet yakni memiliki kepala dan ekor. Beberapa waktu kemudian, tim Remanzacco juga mendeteksi pecahan kedua, yang bergerak melaju di antara induk dan pecahan pertama.

Kasus terpecahnya komet van Ness merupakan contoh pemecahan non-tidal, yang disebabkan oleh sifat instrinsik komet ditopang hembusan angin Matahari. Meski berperiode pendek sehingga tergolong keluarga komet Jupiter (yakni komet-komet yang dinamika orbitnya sangat dipengaruhi gravitasi Jupiter), namun sepanjang seabad terakhir komet van Ness tak pernah mendekati Jupiter hingga kurang dari 0,5 SA atau 75 juta km. Padahal terpecahnya komet van Ness diestimasikan terjadi sekitar 6 tahun yang lalu, tatkala komet juga sedang mendekati perihelionnya. Sehingga tersisa kemungkinan pemecahan non-tidal, meskipun alternatif lain seperti pemecahan akibat tabrakan dengan asteroid atau komet lainnya tak bisa dikesampingkan. Indikasi terjadinya pemecahan non-tidal dapat dilihat dari persamaan empiris J . Bortle (1996) dalam bentuk Hkritis = 7 + 6q dengan q = perihelion (dalam satuan SA). Jika magnitudo absolut inti komet melebihi Hkritis maka komet bersangkutan memiliki potensi untuk terpecah-belah. Aplikasinya pada komet van Ness yang memiliki perihelion 2,1 SA menghasilkan Hkritis 19,6. Sementara magnitudo absolut inti komet, berdasarkan observasi M.E van Ness berada pada rentang nilai 17,8-20,1 atau cukup berdekatan dengan nilai Hkritis. Sehingga komet ini berpotensi untuk terpecah-belah. Namun dengan besarnya peihelionnya, derajat pemecahan non-tidal yang dialami komet van Ness tidaklah sebrutal pemecahan komet Elenin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline