Lihat ke Halaman Asli

Marudut Parsaoran Anakampun

Hidup harus berekspresi, menulis dan berpikir.

Pakpak Bharat dalam Kajian Pemilihan Kepala Daerah

Diperbarui: 24 April 2020   15:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

marudutparsaorananakampun.blogspot.com

Kabupaten Pakpak Bharat adalah salah satu kabupaten yang ada di provinsi sumatera Utara, ikut serta dalam pelaksanaan Pemilihan Kepada Daerah serentak di Indonesia. Tepat dibulan September tahun 2020, beberapa Kabupaten kota dan Provinsi melaksanakan Pemilihan kepala Daerahnya.

Sesuai dengan surat edaran KPU mengenai pelaksanaan dan juknis telah ditetapkan sebagai acuan pelaksanaan kegiatan Daerah dalam penyelenggaraan Pemilihan kepada Daerah tersebut. Ada aturan dan peraturan prosedural yang harus dijalankan.

Dalam menyambut konstalasi tersebut, kebiasaan-kebiasaan dibeberapa daerah disibukkan dengan keramaian, keriuhan, kehebohan dan bahkan kericuhan. Hampir semua Daerah baik kabupaten, kota dan provinsi mengalami situasi tersebut. 

Tidak jarang kita hadapi bagaimana keramaian, keriuhan terjadi pada saat pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Masyarakat terbagi menjadi beberapa kubu sesuai figur yang akan diusung. Kelompok-kelompok masyarakat terbagi sesuai calon figur dukungan yang muncul kepermukaan. Dua sisi kubu mati-matian membela, mempertahankan, bahkan mungkin melakukan segala cara untuk figur yang dijagokan.

Antar kubu dan kelompok mengidolakan secara berlebihan calon dukungannya, menyusun dan mengkoordinir seapik mungkin bahwa calon kandidat yang diusung adalah calon terbaik sejagat raya. Bahkan membuat skenario dan menciptakan opini.  Bahkan tidak segan -segan antar kubu tersebut menoleh bertatap muka ke arah kubu yang lain, mulai membangun percikan percikan konflik. Lahirlah motto kubu, "Apapun ceritanya figur yang kita usung adalah figur yang terbaik dan harus menang". Sentimen, sikut menyikut lumrah terjadi. 

Namum tidak disadari, kita sebagai bagian dari unsur-unsur kubu, dipermainkan  situasi kondisi  paradigma dan ideologi instrumental politik saat itu. Kita dirangsang dan dipengaruhi ajakan doktrin dalam salah satu kubu tersebut. Muncul paradigma "Apapun ceritanya, bagaimana pun situasinya, apapun langkah dan strategi yang dilakukan, semuanya normal dan sah-sah saja. Terpenting adalah tercapainya tujuan dan kemenangan digenggaman tangan".  Doktrin itu benar-benar tertanam pada pikiran dan alam bawah sadar.

Lebih tak habis pikir, bagaimana dunia maya dimanfaatkan oleh bagian kubu, menciptakan akun-akun palsu, akun yang dapat digunakan bebas bereksplorasi, tanpa batas, tanda norma dan istiadat. 

Akun palsu digunakan untuk bebas berekspresi, bebas untuk membongkar, mencari keburukan dan mengungkit sisi negatif pada seseorang. Akun palsu sulit terdeteksi karakter asli seseorang, dijadikan sebagai instrumen ampuh menghilangkan identitas asli.

Benar-benar telah menggadaikan nilai-nilai kekeluargaan yang ada. Mengorbankan tatanan norma adat istiadat dan kerukunan antar sesama manusia, ini lumrah terjadi pada masa-masa politik.

Asumsi  politik, pada masa pemilihan kepala Daerah, terlalu diserap secara berlebihan, diterima secara over dosis hingga mempengaruhi secara konkret makna kerukunan antar sesama manusia. Hubungan Keluarga akan dipertaruhkan jika dalam satu anggota keluarga tak sejalan dan satu tujuan dalam pilihan politik, fakta dan realita. 

Impact yang paling konkret terjadi ketika figur pemimpin yang diidolakan dinyatakan memenang, maka aksi balas dendam, ejekan, bully, mempermalukan, hingga aksi mutasi itu adalah hadiah pahit yang sudah siap untuk diterima.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline