Kala itu saya adalah seorang pelajar SMP dan masih berusia 14 tahun, saya berbeda dengan teman-teman sebaya saya. Saya orang yang cukup serius namun terkadang juga bisa untuk bercanda. Saya senang sekali bermain bola, saya bisa dibilang jago bermain bola dilingkungan saya. Saya terkenal sebagai si kaki besi oleh teman-teman saya, karena kaki saya yang kuat dan tahan ditendang. Di lingkungan saya kalau main bola tanpa alas kaki.
Di lingkungan saya untuk bermain bola tidak mengenal umur, dari SD, SMP, SMA dan remaja di lingkungan saya berbaur menjadi satu di lapangan yang sebenarnya berada di halaman masjid lingkungan saya. Tidak besar, namun cukup untuk menampung kami bermain bola.
Sore itu kami berkumpul di halaman masjid sambil menunggu yang lainnya, lalu setelah semua berkumpul kami mulai membagi menjadi dua tim. Pada sore itu saya masuk ke tim yang rata-rata umurnya dalah 18 tahun ke atas, hanya saya yang masih berumur 14 tahun. Bisa dibilang saya yang paling muda dan paling kecil di tim itu. Namun saya tetap percaya diri di tim tersebut.
Menit demi menit berlalu, namun belum ada satu gol pun yang tercipta, padahal di tim kami lebih banyak orang dewasa dibandingkan dengan tim lawan. Namun hampir setengan permainan berlalu belum juga ada gol yang tercipta. Saya yang berada di posisi belakang hanyak bisa melihat permainan pada sore itu, karena tidak ada rekan satu tim saya yang mengumpan bola pada saya.
Semakin lama saya melihat permainan saat itu, saya mulai berfikir kenapa tim saya tidak bisa menghasilkan gol satupun, itu disebabkan karena masing masing pemain dalam tim saya masih terlalu egois untuk bisa menghasilkan gol sendiri. Team work dalam tim saya tidak berjalan, masing-masing dari mereka terlalu berambisi untuk menghasilkan sebuah gol. "Tak peduli umur" pikirku, lalu aku berteriak kepada kakak kakak yang lain untuk bermain tim. Namun teriakan saya tidak di gubris. mereka masih tetap mempertahankan keegoisan merka masing-masing. Mereka terlalu meremehkan tim lawan yang di dominasi oleh anak kecil .
Saya pun mulai geram, dan meninggalkan posisi saya, saya merebut bola dari lawan dan menggiringnya ke depan. Lalu saya oper ke kakak Kom sambil berteriak, "main tim kak", 1 pemain berhasil dilewati, dan kak Kom pun mengoper bola kepada saya kembali, lalu saya oper ke kak Pasiana sambil berteriak, "main tim kak". Akhirnya kami mulai bermain dari kaki ke kaki. Dan akhirnya gol tercipta dari tendangan kaki kanan saya. Saya pun mendapat pujian dan permintaan maaf dari kakak Kom, Pasiana mereka meminta maaf karena tidak menghiraukan teriakan dan nasehatku, mereka mengaku telah menganggap remeh tim lawan yang mayoritas anak kecil, namun mereka mengakui bahwa tim lawan lebih kompak daripada tim kami. Hari semakin larut dan permainan pun berakhir dengan kemenangan tim saya dengan skor 1-0.
Seusai pertandingan, saya mendapat pujian dari penonton karena mampu memimpin jalannya permainan sore itu. Selain itu mereka memuji saya karena berhasil memimpin orang dewasa yang ada di tim saya, terlebih lagi karena saya seorang anak kecil yang berada di tim orang dewasa.
Memang di daerah saya, mungkin di daerah yang lain juga, anak kecil sering di anggap remeh, dan dipandang sebelah mata oleh orang dewasa. Namun dengan kejadian sore ini saya harap oranga dewasa di lingkungan saya tidak menganggap remeh anak kecil lagi, khususnya saya :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H