Lihat ke Halaman Asli

Dirut PT PSS, Martinus Jaha Bara: Mengecam Keras Kawin Tangkap di SBD! Biarkan Para Perempuan Menentukan Pilihannya!

Diperbarui: 22 September 2023   08:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menulis dalam bentuk apapun merupakan sublimasi dari jati diri sang penulis yang bersangkutan, meski tinggal besar atau kecil kadar kandungan yang ada di dalamnya itulah jatinya seorang penulis, dengan satu kata bisa menebus ribuan kepala manusia.

Menulis bagian dari menjaga akal sehat, kegiatan tulis menulis itu bisa menjadi ladang usaha, seperti jasa penulisan biografi, buku, novel, atau semacam rekonstruksi sejarah dari silsilah keluarga, kampung asal muasal, suatu komunitas yang perlu diabadikan dalam bentuk catatan yang kelak bisa menjadi bagian dari sejarah yang dapat dijadikan rujukan oleh banyak orang yang memerlukannya.

Catatan yang bisa menjadi bagian dari sejarah itu bisa saja meliputi berbagai hal. Mulai dari sebuah kampung di Pulau Sumba umpamanya, bisa dipahami bahwa penduduk setempat awal mulanya dari perkawinan antara suku dari beberapa kabupaten dengan warga masyarakat yang ada di sekitarnya.

Demikian juga dengan seni dan budaya, mulai dari warna tari-tarian yang khas, hingga bentuk panggung pementasan drama, atau tatanan adat perkawinan yang dikombinasikan antara tradisi, dan suku berbangsa dan negarawan di NKRI.

Dari penelusuran tradisi seni dan budaya hingga adat perkawinan antara suku bangsa yang ada di Nusantara ini, sangat mungkin bisa diketahui lebih banyak ikhwal kekayaan model seni dan budaya suku bangsa Nusantara yang cukup dominan berbasis pada keraton.

Tradisi dan budaya tulis menulis pun dapat dipahami keselarasan-nya berkembang dengan budaya berpantun. atau semacam tercatatnya petuah-petuah sejarah yang bijak bestari. Atau sejenis nasehat yang bijak dan santun yang dikemas dengan pantun yang santun hingga terkesan juga sebagai penghibur, karena jelaka dan menggembirakan hati bagi masanya.

Sementara itu, Salah satu contoh yang paling dekat adalah, bagaimana kawin tangkap di Pulau Sumba beberapa hari lalu pada tanggal (07/09/2023). Semua penulis akan jadi sejarah masa depan bahwa ada beberapa yang tidak menyetujuinya dengan adanya kawin tangkap secara paksa kepada pihak perempuan di kabupaten sumba barat daya (SBD) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Kawin Tangkap tersebut terjadi di kecamatan Wewewa Barat (SBD-NTT) Hal ini banyak tokoh publik, tokoh agama dan bahkan beberapa tokoh masyarakat Sumba itu sendiri mengomentari, dengan tidak sepakat bahkan mengecam keras mengenai kekerasan terhadap perempuan di SBD.

Seperti dalam pantauan publik, dimna kawin tangkap ini yang memang bagian dari tradisi sumba yang dulu, tapi karena saat ini sudah memasuki era reformasi mederen dan digital yang artinya dari masa kegelapan sudah memasuki era terang dan saatnya para perempuan merdeka untuk bersaing di dunia maya dan pantas mendapatkan kebebasan ekspresi memilih orang yang dicintainya melainkan di paksa begitu saja, saatnya perempuan bebas melihat.

Perempuan Sumba adalah wanita yang hebat, Dimana mereka berperan sebagai seorang ibu yang tangguh, mengandung anak-anak, serta menanggung beban keluarga, jika sudah berumah tangga dan banyak kriatifitas yang mereka lakukan untuk nama baik Sumba, seperti yang di ketahui bersama, kain sarung Sumba yang terbentuk dari benang dan proses yang begitu lumayan lama, dan masih banyak hal lain belum disebutkan.

Tarian tarian adat Sumba, dimana mereka di gunakan setiap adanya pesta adat Sumba dan segala bentuk acara yang perlu diisikan kriatif tarian di negara kesatuan Republik Indonesia, terlebih khususnya di kepulauan sumba Indonesia, umumnya se Nusantara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline