Lihat ke Halaman Asli

FX Aris Wahyu Prasetyo Saris

Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Saatnya Mengurangi Sikap Egois dalam Diri

Diperbarui: 23 April 2024   07:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Simpati dan empati membangun kehidupan sosial. Sumber: https://news.gallup.com/opinion/gallup

Penulis John Bunyan menegaskan, "Anda tidak akan hidup dengan sukses hari ini, jika Anda tidak melakukan sesuatu bagi orang lain yang takkan pernah sanggup membalas kebaikan Anda." Senantiasa baik tatkala kita memberi orang lain atau membantu mereka tanpa sepengetahuan mereka karena mereka tidak dapat membalasnya. Bagi kita, hal ini menjadi kesempatan untuk belajar tetap rendah hati dan tulus sehingga mengurangi sikap egois dan sombong.

Secara tidak sadar seringkali manusia ingin menunjukkan dan mengunggulkan diri supaya dipuji oleh orang di sekitarnya. Haus akan pujian tidak jarang mengantarkan pribadi-pribadi pada kesukaan mencari-cari perhatian dan pujian. Hingga pada suatu waktu, pribadi yang sombong menjadi karakter yang muncul sebagai cerminan dirinya.

Rendah hati dan tulus merupakan sikap arif dan bijaksana dalam menjalani kehidupan. Sikap ini harus diperjuangkan dan diusahakan setiap hari dalam konsistensi dan kesinambungan. Sikap ini juga merupakan implementasi nyata dari kejernihan budi dan hati yang membangun kesadaran humanis pada sesamanya. Seperti halnya ketika kita memberi bantuan, janganlah diketahui tangan kiri apa yang diperbuat tangan kanan kita, bantuan itu tidak menuntut balas.

Membantu orang lain, membangun kesehatan rohani. Sumber: https://www.psycom.net/mental-health-wellbeing

Pribadi-pribadi egois sejatinya adalah pribadi yang belum selesai dengan dirinya sendiri, masih ada konflik batin tentang hidupnya sehingga belum bisa berdamai dengan hidupnya. Segala sesuatu masih berpusat pada dirinya, belum memiliki waktu dan tenaga untuk orang lain, untuk kebaikan dan kebajikan bagi sesama dan semesta demi keluhuran Sang Pencipta. Pribadi-pribadi egois membutuhkan proses panjang menata hati dan budi dalam membangun rasa peduli dan komitmen untuk berbagi dalam rasa empati dan simpati.

Saatnya dalam kehidupan ini untuk belajar: dari keinginan selalu dicintai menuju mencintai sesama; dari hasrat selalu ingin dipuji menuju usaha memuji keberhasilan orang lain sekecil apapun; dari kemauan besar untuk dipahami dalam setiap pembicaraan menuju ketenangan batin memahami pikiran dan perasaan orang lain; bahkan dari kebiasaan yang serba ingin dilayani menuju semangat melayani dengan tulus dan ikhlas.

Hidup tidak hanya tentang diri kita sendiri, namun ada kesempatan yang lebih luas tentang penghargaan pada hakikat sesama dan pemuliaan pada karya Sang Pencipta. Ketika manusia terjebak pada rasa egois dan berpusat pada dirinya sendiri, maka sudah kehilangan kesempatan yang begitu bagus itu untuk menjadi manusia yang utuh dan berkembang menyeluruh.

Saatnya melepas belenggu atas diri kita sendiri dan keluar membangun sinergi dan kolaborasi dengan sesama. Waktunya membangun kebahagiaan bersama orang lain dalam kebersamaan dan persaudaraan sejati. Yakinlah, bahwa berbagi dengan sesama bukanlah sebuah kesia-siaan namun justru menjadi kekayaan rohani penuh makna.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline