Duduk bersama dalam kehangatan pribadi merajut jejaring ikatan batin dalam keluarga menjadi sebuah perjuangan membentuk habitus bersama. Di tengah gempuran digital yang menembus ruang dan waktu, yang terkadang membekukan pikiran dan perasaan pada daya adiktif yang menggadaikan aspek sosial, setiap pribadi mesti menentukan jalan hidupnya dalam kebijaksanaan dan kearifan pikiran, perasaan, dan tindakan. Keluarga sejatinya menjadi sebuah "taman" kebahagiaan dan sukacita dalam relasi dan komunikasi sejati pula.
Yang jauh menjadi dekat, yang dekat menjadi jauh. Itulah yang terkadang terjadi dalam sebuah komunitas, baik keluarga maupun bentuk komunitas yang lain. Orang berkumpul, menjadi kumpulan raga yang kehilangan jiwa. Jiwa dan pikiran melayang jauh dalam relasi digital yang menembus jarak, semuanya menjadi dekat dan sangat dekat sekali dalam canda, tawa, dan keterikatan yang semu. Raga-raga yang berkumpul, kehilangan jiwa, semuanya menjadi formalitas hidup yang kehilangan makna.
Keluarga berkumpul di rumah, atau keluarga makan malam yang mestinya mengesankan, namun semuanya sibuk dalam kesendirian terbelenggu dalam dunai digital, kehilangan tatap mata satu sama lain, kehilangan senyum dan tawa bersama, dan kehilangan ikatan batin yang menyatukan seluruh jiwa dan raga.
Dunia digital adalah sarana dalam hidup, bukan tujuan. Relasi antar pribadi dalam kesatuan hati dan budi dalam satu komunitas adalah tujuan dan keutamaan dalam hidup. Keduanya bukan untuk dipertentangkan, namun untuk bersinergi dalam mengusahakan sisi-sisi humanisme dalam kehidupan. Menjadi manusia bagi manusia lain, memanusiakan manusia lain sebagai manusia seutuhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H