Dalam hidup ada inisiatif dan kreativitas yang mampu menggerakkan seluruh jiwa dalam menjalani berbagai dinamika kehidupan, baik menyenangkan maupun menyusahkan. Tak ada cara yang sama layaknya rumus dalam menjalani kehidupan dari hari ke hari, maka itulah pentingnya manusia belajar dan mengolah diri.
Tatkala manusia dihadapkan dalam keadaan yang sulit dan bahkan cenderung membelunggu sehingga nyaris tak mampu melewatinya, mengeluh dan menyalahkan bukanlah jalan terbaik untuk mengatasinya. Reaksi negatif hanyalah akan memperparah keadaan dan semakin menyurutkan kepercayaan diri dan semangat untuk berjuang. Sebaliknya, reaksi positif akan memberikan harapan dan kekuatan untuk menemukan jalan keluar yang kadang tak terduga hasilnya.
Semangat belajar mengolah akal dan hati akan mengantarkan manusia pada benih-benih inisiatif dan kreativitas dalam diri yang secara terus-menerus akan bertumbuh-kembang secara nyata dalam ide-ide baik, ekspresi dan apresiasi positif, serta perilaku elegan.
Nasruddin memuati keledainya dengan dua karung garam untuk dibawa ke pasar. Garam itu larut ketika keledainya menyeberangi sungai. Sesampainya di tepi, binatang itu berlari-lari berputar dengan girang, karena bebannya menjadi ringan. Tetapi Nasruddin kesal hatinya.
Pada hari pasaran berikutnya, dua keranjang di punggung keledainya dijejalinya padat dengan kapuk. Ketika menyeberangi sungai, keledai itu hampir tenggelam karena beban di punggungnya bertambah berat.
"Nah, rasakan!" Nasruddin mencibir dengan rasa puas. "Ini pelajaran bagimu. Jangan kau kira, setiap kali melewati air, kau beruntung!"
Di saat menemukan kemudahan hidup, kebahagiaan, kejayaan, kesejahteraan, dan segala hal yang menyukakan hati, di situlah manusia dituntut untuk tetap mengolah diri sehingga tidak jatuh pada perayaan diri yang glamor dan melupakan esensi dari situasi itu, yakni bersyukur atas segala hal-hal baik itu. Tatkala jaya dan hidup nikmat, banyak orang lupa pada bersyukur dan berterima kasih pada Sang Pencipta dan sesama. Sesungguhnya, keadaan itu bukan semata-mata kehebatan pribadi tapi lebih dari itu karena kebaikan Sang Pencipta dan peran serta orang lain di sekitarnya. Tanpa itu semua, pribadi tak ada artinya, hampa dan mati.
Sebuah kepercayaan yang patut ditanam di dalam diri adalah setiap peristiwa kehidupan pastilah ada hikmah positif jika manusia mau memaknainya dengan tulus dalam bimbingan-Nya.
Sebaliknya, di saat menemukan kesulitan hidup, kesusahan, penderitaan, celaka, dan segala hal yang mendukakan hati, di situlah manusia dituntut untuk melihat kembali ke dalam dirinya secara rendah hati sehingga mampu bangkit secara kreatif dan optimis, bukan justru sibuk menyalahkan segala hal di luar diri.Saatnya untuk kembali ke kandang, diri kita masing-masing, untuk melihat kembali hidup yang sudah berlalu, memaknainya, membangun komitmen, dan siap berbagi aksi kehidupan yang selalu mengedepankan pengolahan diri memberikan makna positif atas segala dinamika kehidupan ini.
Kembali ke Kandang, adalah sebuah permenungan hidup di malam hari menjelang menuju pembaringan jiwa dan raga setelah seharian merangkai kisah kehidupan lewat segala dinamika yang ada. Terinspirasi dari buku "Burung Berkicau" karya Anthony de Mello SJ (1984, Yayasan Cipta Loka Caraka), renungan malam dalam bingkai "Kembali ke Kandang" ini mencoba memaknai hidup yang penuh makna ini sehingga hidup menjadi lebih hidup lewat kutipan kisah penuh makna dari Anthony de Mello.
@Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H