Kehidupan sejatinya adalah sebuah proses memaknai setiap jejak langkah, setiap hembusan nafas, setiap tatapan mata menuju pandangannya, setiap tuturan kata merangkai makna, setiap gerak batin dalam gelora nurani, dan setiap perjumpaan dengan sesama dan semesta.
Kehidupan sejatinya mengolah seluruh pengalaman hidup dalam kesatuan hati dan budi yang bermula dan kembali pada Sang Pencipta, Sang Kebijaksanaan Ilahi itu sendiri.
Seorang murid mengeluh kepada Gurunya: "Bapak menuturkan banyak cerita, tetapi tidak pernah menerangkan maknanya kepada kami."
Jawab Sang Guru: "Bagaimana pendapatmu, Nak, andaikata seseorang menawarkan buah kepadamu, namun mengunyahkannya dahulu bagimu?"
Nilai-nilai kehidupan (life values) atas segala pengalaman hidup ini sungguh-sungguh berguna tatkala pribadi itu sendiri mampu memaknainya untuk hidupnya dan berguna bagi sesama dalam berbagi kasih dan ketulusan. Tak ada orang yang paling tepat yang mampu memberikan pengertian dan makna, kecuali diri kita sendiri. Biarlah diri kita memakan buah kehidupan ini, mengunyahnya dalam sukacita, dan menelannya dalam kedamaian.
Mari setia memaknai hidup ini dalam rasa penuh syukur. Pahit, asam, kecut, manis setiap buah kehidupan ini adalah sebuah anugerah, mari menikmati dan mengunyahnya dengan penuh syukur. Pasti semua ada maknanya untuk kehidupan ini.
Kembali ke Kandang, adalah sebuah permenungan hidup di malam hari menjelang menuju pembaringan jiwa dan raga setelah seharian merangkai kisah kehidupan lewat segala dinamika yang ada. Terinspirasi dari buku "Burung Berkicau" karya Anthony de Mello SJ (1984, Yayasan Cipta Loka Caraka), renungan malam dalam bingkai "Kembali ke Kandang" ini mencoba memaknai hidup yang penuh makna ini sehingga hidup menjadi lebih hidup lewat kutipan kisah Anthony de Mello.
@Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H