Bukan seorang ibu atau ayah ataupun sanak keluarga lain yang dapat melakukan; melainkan pikiran sendiri yang diarahkan dengan baik yang akan dapat mengangkat derajat seseorang.(Sidharta Gautama)
Kualitas pribadi yang terkristalisasi dalam derajat seseorang bukanlah sesuatu yang tiba-tiba ada dan menjadi milik pribadi tertentu.
Kualitas diri sesungguhnya bagian dari proses kehidupan manusia yang secara terus-menerus dan berkesinambungan diusahakan dalam ketekunan, kejujuran, dan komitmen sejati pada kebaikan dan kebenaran.
Kualitas diri manusia tidak akan pernah berhenti kecuali manusia itu sudah meninggalkan segalanya dalam keabadian. Derajat yang menjadi simbol kualitas diri harus diusahakan, bukan dinanti atau juga berharap orang lain yang melakukannya.
Perangkat kehidupan yang dianugerahkan pada manusia pada dasarnya adalah sebuah keajaiaban dan kecanggihan Sang Ilahi yang belum bisa ditembus oleh kecanggihan teknologi mutakhir yang ada.
Perangkat kehidupan yang ada pada manusia merupakan karya agung Sang Pencipta yang sangat sempurna dan menjadi mahakarya yang sulit tertandingi, bahkan tak tertandngi.
Kehidupan menjadi sebuah wahana mandiri bagi manusia untuk mengembangkan segala perangkat yang ada sehingga berguna bagi diri, sesama, dan semesta dalam jalur kebaikan dan keluhuran hidup.
Akal budi dengan segala daya pikiran yang begitu dahsyat mampu menembus ruang dan waktu adalah modal tercanggih yang dianugerahkan Sang Pencipta kepada manusia untuk hidup, berkembang, dan menghidupi hidup ini beserta segala sesuatu yang ada di jagat raya ini.
Akal budi ada bukan untuk sekadar menjadi pintar, cerdas, atau hebat dengan segala inovasi dan kehebatannya. Akal budi ada sejatinya agar manusia mampu mengoptimalkan daya pikiran itu bagi kehidupan yang berkualitas sebagai pribadi, komunitas, dan tentunya ciptaan-Nya.
Pikiran yang diarahkan dengan baik dan benar pada koridor pembangunan jati diri yang terhormat dan elegan adalah sebuah proses kehidupan yang mengagumkan.