Lihat ke Halaman Asli

FX Aris Wahyu Prasetyo Saris

Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Menulis Makna (26): Merajut Jiwa dengan Sesama dalam Semangat Rendah Hati dan Tulus

Diperbarui: 13 Juli 2021   04:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Illustrasi. www.brown.edu

Orang yang mengira bisa hidup tanpa orang lain berarti membohongi dirinya sendiri; tetapi mereka yang mengira orang-orang lain tidak bisa hidup tanpa dia, lebih keliru lagi. (La Roche foucauld)

Orang hebat tidak pernah bisa berdiri sendiri dalam menggapai keberhasilan, kesuksesan, dan kemapanan dalam hidupnya. Kehebatan sesungguhnya buah dari tangan-tangan baik di sekitarnya yang dengan tulus dan ikhlas mengulurkan kasih dan kebaikan yang disadari maupun tidak disadari. 

Hidup manusia tidak akan lepas dari manusia lain sebagai konsekuensi kehidupan yang mengantarkan manusia pada jaringan-jaringan ide, rasa, dan tindakan komunal. 

Jaringan itu selalu memberi konsekuensi yang membentuk arah dan bentuk kehidupan manusia dalam sebuah perjalanan yang tak tahu batas dan akhirnya.

Orang yang merasa dapat hidup tanpa orang lain dan merasa berhasil tanpa campur tangan orang lain sesungguhnya orang tersebut sedang merenda kebohongan besar dalam hidupnya atas dasar kesombongan diri. 

Menjadi sebuah rasa kasihan yang begitu ironis untuk pribadi-pribadi bohong dan sombong itu, melupakan jatidari dan mengkhianati nilai-nilai kehidupan yang begitu luhur. Hidup dalam kekhilafan senantiasa perlahan-lahan akan kehilangan kebijaksanaan dan rasa syukur dalam hidup.

Illustrasi. www.newlocal.org.uk

Tak ada manusia di dunia ini yang mampu lahir sendiri, berkembang sendiri, mendidik sendiri, dan pada akhirnya mengubur dirinya sendiri. 

Awal manusia diciptakan sudah pasti peran kedua orang tua menjadi sesuatu yang absolut, tak bisa ditolak bahwa berkat kasih dan cinta kedua orang tualah manusia baru terlahir ke muka bumi ini. 

Saat bayi dan masa kanak-kanak adalah masa di mana ketergantungan diri pada orang begitu besar, keluarga dan lingkungan sekitar menjadi komunitas yang mendidik dan membentuk karakter dan arah hidup pribadi ke depan.

Masa remaja dan dewasa menjadi masa pengembangan diri atas dasar passion dan cita-cita, ini pun tak akan lepas dari orang lain yang dengan waktu dan energinya menjadi mentor, sahabat, fasilitator, mitra, dan apapun itu yang mengembangkan diri. Pada waktunya pun di usia senja (lansia), kehidupan ini serasa kembali pada ketergantungan yang begitu besar pada orang lain. Ini semua adalah konsekuensi semesta dalam kehidupan bahwa manusia pada hakikatnya tidak bisa menolak keadaan dan kebutuhan bahwa manusia ada bersama orang lain sebagai komunitas pembelajar dan dalam kebersamaan itu saling merajut harapan dan pemahaman bersama untuk masa depan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline