Detik demi detik, perubahan terjadi dalam kehidupan ini begitu cepat. Perubahan adalah sebuah konsekuensi perjalanan waktu yang tak mengenal henti, mengalir sepanjang masa. Perubahan merupakan gejala semesta tentang dinamisnya hidup. Manusia tak akan lepas dari perubahan, berubah untuk "berbuah".
"Kriiiing", suara alarm membangunkanku dari dunia fantasi yang membuatku lupa akan realita kehidupan. Aku bangun dari tempat tidurku, memasukkan buku ke dalam tas, lalu bersiap ke sekolah. Setelah itu, aku ambil sepeda dari dalam garasiku. Sambil mengayuh, mataku memandang ke arah langit yang berwarna jingga. Pagi ini, aku disambut dengan pemandangan bintang fajar yang menjadi semangat untukku menjalani hari ini.
Hari ini aku ingin mencoba hal yang baru. Kukayuh sepedaku memasuki sebuh gang kecil yang membawaku pada sebuah desa. Desa ini berada di pinggir sungai yang begitu jernih. Berhektar-hektar sawah membentang, burung-burung berterbangan, kukayuh sepedaku melewati padang ilalang. Hatiku luluh akan pemandangan yang kulihat saat ini. Aku tidak ingin tempat ini berevolusi, karena mulai besok aku akan berangkat melewati jalur ini. Sesampai di ujung desa, aku menemui sebuah menara.
Rasa penasaran mulai merasuki pikiranku, sehingga aku memutuskan untuk meninggalkan jalan raya dan memasuki menara tersebut. Aku berjalan hingga sampai pada daun pintu yang terlihat begitu rapuh. Kubuka pintu itu lalu kutelusuri setiap sudut ruangan yang ada. Kulihat jam di tanganku pukul 06.15, artinya aku masih memiliki 45 menit sebelum bel masuk. Maka, aku tetap memutuskan untuk menjelajahi menara ini. Di sebuah meja di lantai dua, terdapat sebuah koran. Kubalik lembar demi lembar, dan aku terkejut saat aku melihat halaman ke-5 dari koran itu. Di halaman itu, terdapat sebuah foto gadis yang dikatakan menghilang dengan tinta berwarna merah. Tidak itu saja, terdapat sebuah koma yang menunjukkan bahwa kalimat tidak berakhir di situ saja.
Kuamat-amati foto tersebut, dan aku sadar bahwa ia adalah teman masa kecilku. Kuambil botolku, minum seteguk agar pikiranku sedikit dingin. Lalu aku lanjut membaca koran itu hingga halaman sebaliknya. Wajahku berubah warna menjadi pucat, penuh dengan kekhawatiran. Ternyata, kasus ini terjadi pada 24 Mei yang artinya 3 hari yang lalu! Hatiku bertanya-tanya, mengapa koran ini bisa berada di tempat ini? Aku tidak ingin berpikir bahwa ia diculik, ataupun berita ini hanya berakhir di titik. Hah... beginilah lingkaran rantai kehidupan, di mana hariku yang cerah dapat berubah dengan begitu mengejutkan.
Aku curiga akan tempat ini sehingga aku memutuskan untuk bekeliling sekitar menara, hingga menemukan sebuah gubuk. Di gubuk itu terdapat sebuah meja yang di atasnya terdapat gelas dengan cairan berwarna hitam di dalamnya. Bau menyengat mengitari gelas itu, aku yakin cairan itu beracun. Di sudut ruangan, aku menemukan sebuah pintu tua berwarna coklat. Kubuka pintu itu, dan aku melihat sosok wanita yang kaki kirinya tertancap panah. Tubuhnya terikat oleh tali yang terhubung dengan sebuah kursi. Hatiku hancur saat aku mengenali sosok tak bernyawa tersebut. Gadis yang selama 6 tahun selalu berada di sisiku, sekarang berada di depan mataku. Kutemukan kertas berisi pesan untuk orang-orang yang ia kasihi, ternyata peradaban ini sungguh kejam.
*WHy-oTTe
**Setelah Senja: sebuah kisah imajinatif reflektif yang mencoba mendaratkan nilai-nilai kehidupan (life value) dalam kisah fiksi ke dalam konteks zaman yang sangat nyata dalam realita hidup ini.
***Setelah Senja: Dari pagi menjelang malam ada berbagai dinamika kehidupan yang menjadi bagian cerita hidup kita. Semuanya itu akan berjalan begitu saja dan pada akhirnya terlupakan begitu saja pula jika kita tidak berusaha mengendapkannya dalam sebuah permenungan sederhana tentang hidup ini demi hidup yang lebih hidup setiap harinya. "Setelah Senja" masuk dalam permenungan malam untuk hidup yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H