Lihat ke Halaman Asli

FX Aris Wahyu Prasetyo Saris

Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Setelah Senja (42): Benarkah Ini Hanya Sekadar Cerita?

Diperbarui: 6 Maret 2021   04:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. fineartamerica.com

Kehidupan tanpa impian hanyalah sebuah urutan peristiwa dan berakhir tanpa kelegaan batin untuk diri, sesama, dan semesta. Di sisi lain, impian tanpa daya langkah meraihnya layaknya orang tetap berdiri di pinggir pantai memandang pulau indah di seberang tanpa mengayuh kapal ke arahnya. Keduanya adalah belahan jiwa.

Suatu hari ada anak bernama Rocky. Setiap hari jika langit cerah dan tidak mendung ia berangkat sekolah menggunakan sepedanya. Ia harus sekolah dengan rajin karena harus menghidupi adik-adiknya. Ayahnya sudah meninggal dan ibunya buta karena matanya pernah terkena minyak panas saat bekerja. Di sekolah ia termasuk anak yang pintar sehingga ia diberikan gelar bintang pelajar. Ia suka sekali dengan pelajaran Biologi karena suatu saat ia ingin menyembuhkan ibunya. Sampai buku Biologi pun ia bawa tidur dan terkadang menjadi bantal baginya.

Ia menjadi orang seperti ini sejak ayahnya meninggal. Ia mengalami revolusi hati untuk menjadi anak yang bertanggung jawab dan teratur. Setiap hari ia berdoa agar suatu saat ia menjadi menara lampu yang menyinari desanya dengan pengetahuannya. Selain belajar dan berdoa ia juga peduli terhadap lingkungan. Ia mencabuti ilalang dan menanam berbagai pohon, dengan harapan agar desanya menjadi lebih bersih dan indah.

Ia sudah menjadi seorang dokter terkenal 10 tahun kemudian. Ia bekerja di rumah sakit yang berada di salah satu jalan raya di Jakarta. Setiap harinya ia berurusan dengan tinta dan darah. Di suatu pagi saat membaca koran ia melihat berita tentang desa kelahirannya. Ada seorang nenek yang tertimpa pohon berdaun lebat di dalam rumah. Langsung ia koma dari pekerjaannya dan pulang ke desanya.

Dengan hanya membawa sebuah botol air ia menuju ke stasiun. Di perjalanan kereta yang dinaikinya tiba-tiba berhenti. Setelah dicari tahu ternyata penyebabnya adalah rantai di kereta yang putus. Akhirnya semua orang turun dan ia melanjutkan perjalanannya menggunakan bis. Sesampainya di sana dari kejauhan ia bisa melihat halaman rumah dan atap rumah yang berbentuk lingkaran sudah berlubang. Langsung ia masuk ke rumah dan melihat ibunya sudah berwarna biru pucat. Ia menyadari bahwa hidup ibunya sudah sampai di titik sebuah cerita.

Hatinya sangatlah hancur, melihat ibunya yang ingin ia sembuhkan tetapi sudah terlambat. Setelah itu ia melihat rumah ibunya yang hancur tertimpa pohon. Ia melihat kursi yang pernah digunakannya untuk belajar. Gelas yang digunakan ibunya untuk minum. Saat itu juga ia melihat kertas di atas meja yang tertusuk panah milik ayahnya. Kertas itu bertuliskan "Peradaban Manusia". Dia berpikir apa arti dari semua kejadian ini. Sebuah satir untuk hidupnya? Atau sebuah cerita yang harus dilanjutkan?

*WHy-nauj

**Setelah Senja: sebuah kisah imajinatif reflektif yang mencoba mendaratkan nilai-nilai kehidupan (life value) dalam kisah fiksi ke dalam konteks zaman yang sangat nyata dalam realita hidup ini.

***Setelah Senja: Dari pagi menjelang malam ada berbagai dinamika kehidupan yang menjadi bagian cerita hidup kita. Semuanya itu akan berjalan begitu saja dan pada akhirnya terlupakan begitu saja pula jika kita tidak berusaha mengendapkannya dalam sebuah permenungan sederhana tentang hidup ini demi hidup yang lebih hidup setiap harinya. "Setelah Senja" masuk dalam permenungan malam untuk hidup yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline