Lihat ke Halaman Asli

FX Aris Wahyu Prasetyo Saris

Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Setelah Senja (39): Koma, Ironi dalam Pilihan

Diperbarui: 3 Maret 2021   05:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi.www.ukcbc.ac.uk

Komposisi hidup layaknya komposisi karangan yang tersusun dari kata dan tanda baca membentuk suatu makna untuk disampaikan pada semesta. Koma dalam komposisi karangan tak ubahnya koma dalam hidup, berhenti sejenak dari rentetan makna untuk merangkai kembali makna menuju titik.

Langit seakan menutup matanya pada dunia di waktu yang sunyi ini. Kututup buku yang berada di pangkuanku dan melihat bintang di antara gelapnya malam hari. Kucoba ingat kembali apa yang terjadi selama beberapa tahun ini. Rasanya hidupku diputar balikan 180 derajat. Aku beranjak dari dudukku dan menghampiri sepeda tua. Aneh rasanya bahwa hal tua ini menjadi sarana lari dari mereka yang menjadi masalahku. Tiba-tiba, terdengar suara berdesik dari belakang tubuhku dan aku merasa seperti ada mata memandangku.

Kupalingkan badanku dan melihat seekor rakun. Suara itu hanya ilalangan yang bertabrakan satu sama lain dan mata dari rakun. Aneh, pikirku bahwa sudah jarang sekali kulihat rakun, tetapi tidak ada salahnya untuk selalu berwaspada di tengah-tengah apa yang dikatakan semua orang sebuah "revolusi". Tak jauh dari sini ada sebuah desa yang di ujung sungai, dan di desa tersebut terdapat sebuah menara. Menara di mana terakhir kali aku di sana, aku melupakan apa arti hati sebenarnya.Jauh di lubuk hatiku, aku tahu bahwa pergi ke menara itu adalah keputusan yang buruk. Namun, jawaban yang kucari berada di menara tersebut. Aku mulai mengayuh sepedaku dan memulai untuk kembali.

Daun-daun yang berguguran seperti menemaniku menuju ke menara. Aku menunduk ke bawah untuk melihat koran-koran berceceran di mana-mana. Kuambil salah satunya dan kulihat muka "revolusioner". Tertoreh koma besar berwarna merah di atas tinta hitam koran tersebut. Kukayuh terus sepedaku dan berhenti sebelum jalan raya besar. Sepi, sunyi, dan kosong adalah kata-kata yang tepat untuk menggambarkan situasi sekarang. Aku menoleh ke depan dan belakang untuk berwaspada akan bahaya yang dapat datang kapan saja. Kudengar suara melecit dan tak lama kemudian kurasakan darah keluar dari tubuhku.Sebuah panah masuk ke dalam tubuhku. Di saat inilah, aku tahu bahwa aku akan membayar apa yang telah aku perbuat. Tak lama kemudian, gelap menghampiri visiku.

Cahaya yang terang adalah hal pertama yang kurasakan berkontras dengan gelapnya malam yang kulihat terakhir kali. Aku membuka mataku dan kulihat rantai di sekujur badanku. Kulihat warna putih yang mendominasi ruangan di sekitarku. Di depanku terpapar botol dan buku yang terbuka pada halaman 135. Kulihat sosok yang terlalu familiar di depanku. Ia tersenyum seakan-akan darah yang berada di tubuh kami masih sama. Kupalingkan wajahku dan kubaca halaman yang terbuka titik demi titik. Di sinilah kurasakan semuanya hanyalah lingkaran setan.

Ia berdiri untuk mengambil gelas di pojok ruangan dan menuangkan isi botol tersebut ke gelas. Cairan berwarna hitam jatuh ke dalam gelas tersebut. Ia kembali duduk di kursi dan menarik nafas. Aku menyadari bahwa panah yang tertancap tadi sudah tidak lagi berada di sistem tubuhku. Sekujur badanku pun juga bersih dari darah. Manusia itu menjulurkan kertas dengan koma besar tertoreh di halaman awal. Ia menaruh halaman selanjutnya secara berhati-hati satu persatu. Di dalamnya terdapat kalimat-kalimat yang menunjukkan bahwa ini adalah sebuah kontrak. Kontrak yang membuatku menjadi sebuah agen pembaharu peradaban manusia. Koma menjadi awal perjuanganku dan sekarang menjadi sebuah ironi bagiku untuk memilih.Aku menatap wajah yang berada di depanku dan tersenyum.

*WHy-FiOrr

**Setelah Senja: sebuah kisah imajinatif reflektif yang mencoba mendaratkan nilai-nilai kehidupan(life value) dalam kisah fiksi ke dalam konteks zaman yang sangat nyata dalam realita hidup ini.

***Setelah Senja:Dari pagi menjelang malam ada berbagai dinamika kehidupan yang menjadi bagian cerita hidup kita. Semuanya itu akan berjalan begitu saja dan pada akhirnya terlupakan begitu saja pula jika kita tidak berusaha mengendapkannya dalam sebuah permenungan sederhana tentang hidup ini demi hidup yang lebih hidup setiap harinya. "Setelah Senja" masuk dalam permenungan malam untuk hidup yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline